Sabtu, 28 Januari 2012

Resensi Film: A Serious Man (2009)

Cwapeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeek! Saya capek menonton film ini. Padahal cuplikan film pendek di bagian awalnya cukup membuat saya tertarik. Setelah opening title ala font film The Ten Commandment, saya baru paham kalau film ini tentang “kampung” Yahudi. Semua serba Yahudi, seperti konsep suguhan resto “all U can eat”. Ya tentang agamanya, lingkungannya, birokrasinya, sampai budayanya di tengah peradaban baru di alam negeri adidaya.

Melalui kisah satu rumah tangga, film ini menguraikan banyak permasalahan. Mulai dari ayah yang terlalu kaku dan serius khas Yahudi, isteri yang berpaling ke lain hati, saudara tak bahagia, putera-puteri tak terperhatikan, dan pernak-pernik sampingan lainnya. Tragedi demi tragedi bersahutan. Kalau American Beauty berpola sitkom ke drama, sedang Crazy Stupid Love komedi ke splapstick, nah A Serious Man konstan di jalur drama. Kalaupun maunya berkomedi, ya maaf-maaf saja saya tak terhiburkan.

Berdiskusi ihwal ilahi memang membanjiri plot film ini, terlebih lagi didukung pembabakannya yang berdasar pada pertemuan dengan rabi: (1) rabi junior; (2) rabi senior; (3) Tetua rabi. Yah, silakan saja kalau Anda ingin mempelajari lebih lanjut tentang satu sudut kehidupan kaum Yahudi di Amerika Serikat bisa memilih film ini sebagai referensi. Tapi saya sarankan “JANGAN!” buat para penikmat hiburan. Saya tak mau ada korban lagi, selain saya.

Membicarakan judulnya, memang tepat demikian. Bertendensi pada salah satu kata sifat stereotip kaum Yahudi. Dari sekian kata pengidentifikasi Yahudi, hebatnya film ini memang benar-benar fokus pada kata “serius”. Butuh cara menonton yang serius pula guna menarik kehebatannya. Dan saya mengaku tak cukup serius untuk menjadi penontonnya. [C+] 28/01/12

1 komentar:

  1. Thanks for honestly relating your experiences and opinions and good luck to you.
    BMW 335 AC Compressor

    BalasHapus