Dengan
bangga saya sebutkan kalau Totoro
menjadi salah satu film (karya si master kartun Hayao Miyazaki)
favorit saya. Durasinya yang sangat bersahabat yakni tak lebih dari
90 menit sangat sempurna mengemas plot sederhana yang ditawarkan
menjadi sebuah suguhan magis pengubah suasana hati menjadi lebih
cerah ceria.
Sebagian
besar plot Hayao menampilkan sisi kepolosan bocah dan eksplorasi
lingkungan hayati dengan segala penghormatan terhadap kepercayaan. Di
Totoro pun
polanya masih demikian. Seorang ayah dan dua puterinya sedang
pindahan rumah. Tempat baru mereka berdiri tengah pedesaan nan asri,
dikelilingi pepohonan rimbun. Mereka hidup di antara masyarakat
petani-peternak alami, yang tentunya sangat bersahabat dan peduli
dengan alam.
Tiap
bingkai gambar di film ini begitu deskriptif. Seolah-olah kita
sebagai penonton bisa menghipnosis diri ikut menghirup murninya
oksigen di sana. Sebagai catatan, film ini masih bertenologi 2D
sederhana. Sebagai penikmat film yang sudah kerap menjajal teknologi
3D, saya cukup takjub dengan keindahan gambar film ini.
Mereka
bertiga menanti kesembuhan sang bunda yang sedang dirawat di rumah
sakit. Menyaksikan keakraban interaksi antara kakak-adik serta ayah
dalam keluarga kecil ini pasti akan membuat kita semua iri. Betapa
bahagia dan saling menyayanginya mereka bertiga. Tentu, ada
pengalaman fantasi yang dibubuhkan Hayao. Di film ini, kita akan
diajak menjelajah terusan semak belukar di bawah pohon raksasa yang
membawa kita pada pertemuan dengan satu tetangga baru bernama Totoro.
Ia
berbentuk segitiga tambun dipenuhi bulu lembut. Punya kumis jarang
ala kucing. Berekor bulat asal nyembul. Lucu dan menggemaskan sekali.
Apalagi ketika ia menguap. Si bungsulah yang pertama menemukannya,
lalu dilanjutkan oleh si kakak. Sayangnya, si ayah tak pernah bisa
melihatnya. Mungkin, ini embarkasi yang sengaja dibangun Hayao.
Betapa polosnya anak-anak, sehingga mereka bisa melihat dan lebih
peka terhadap hal-hal baru yang bakalan hilang ditelan asas
rasionalitas pribadi dewasa.
Pengalaman
pertemanan si kakak-adik ini dengan Totoro menjadi porsi utama
pertengahan kedua film. Siapa coba yang tidak pengin punya tetangga
yang selucu boneka jumbo tapi imut dan baik hati seperti Totoro? Ada
banyak momen yang membuat saya ingin sekali ikut nyemplung ke dalam film.
Salah satunya yakni mencicipi bus kucing-kuning terbangnya yang
berukuran jumbo. Saya ingin sekali ikut duduk di atas sofa
empuk berbulu halus di dalamnya. Alamak!
Satu
jawara lain persembahan dari Studio Ghibli. [A] 20/07/13