Rabu, 11 Januari 2012

Resensi Film: Hanna (2011)

Rasa penasaran pendorong saya pilih mau menonton film ini adalah karena pengisi musiknya The Chemical Brothers, duo DJ favorit saya. Bukan karena reputasi stradanya, Joe Wright (Atonemet), bukan pula karena sinopsisnya. Alih-alih bikin menarik, bahkan hal yang terakhir disebut membuat saya pikir beribu kali menontonnya. Bercerita ihwal seorang gadis yang sejak lahir dididik militan ala Sparta oleh ayahnya dalam sebuah lingkungan terisolir di pedalaman Artik lalu ketika ia beranjak remaja dibebaskan memilih tetap tinggal (baca: zona nyaman) atau berkelana (baca: pencarian jati diri).

Saya takkan bercerita lebih lagi karena kenikmatan film ini terletak pada plot kejar-kejaran dan tebak-tebakan. Mungkin bagi penonton yang hobi menyaksikan film-film teka-teki akan cukup mudah menebak jawaban pertanyaan film ini, siapakah Hanna? Saya membayangkan film ini sebagai suatu laporan ilmiah dengan satu pertanyaan latar belakang masalah yang kemudian oleh penelitinya diuraikan dalam total 5 bab. Meskipun digarap secara apik dan runut, karya ini (tetap) hadapi kritisi klasik yang dialamatkan ke hampir tiap proposal. Apa keunikan/kelebihan yang ditawarkan? Saya pikir, kesulitan jelas ditemui peneliti ybs. guna menjawabnya.

Tahukah bahwa lewat film ini saya menangkap satu ciri khas adegan Joe Wright? Yakni ia gandrung menciptakan adegan intip dan zoom permainan mata. Secara hiburan, Hanna nyandu. Petualangannya tak menjenuhkan. Tak hanya aksi asal meledak (Jawa: waton njeblug) yang bergulir, melainkan tersisip serpihan puzzle teka-teki hingga nantinya tersusun rapi dalam ending yang tak begitu mengejutkan. Awas, ada aktris menjanjikan Saoirse Ronan di sini. Kalau tak terpeleset pilih peran ke depannya, pasti ia akan menjadi bintang besar. Tak sia-sia saya dengarkan alunan musik The Chemical Brothers lewat Hanna. [B-] 11/01/12

Tidak ada komentar:

Posting Komentar