Senin, 23 Januari 2012

Resensi Film: Insomnia (2002)

The Dark Knight Rises yang ditunggu-tunggu belum rilis, sebelum lihat karya Christopher Nolan terbaru saya coba sempatkan menambah referensi tontonan film kreasinya. Saya tak punya ide tentang apa film ini sebelumnya, hanya rekomendasi dari teman saja yang mendorong saya tonton film ini. Ternyata sejak awal sudah mengisyaratkan bakal ada plot detektif-detektifan di sini. Sebuah kawasan eksotif Alaska menjadi setnya. Tak ada langit gelap sepanjang film berputar, malam hari di Alaska kala itu masih saja terang benderang. Nuansanya sangat mendukung keinsomniaan film ini.

Sepasang detektif dari kota besar mengunjungi daerah terpencil atas dasar undangan pemecahan kasus alot. Kasusnya pembunuhan remaja cewek yang tak begitu special sebenarnya, tapi dengan begitu malah menjadi kelindan yang sulit diurai. Siapa pembunuh dan mengapa dia dibunuh selalu menjadi tanya utama. Tapi jangan terkecoh hanya dengan premis ini saja karena Insomnia mengusung drama psikologis yang menyeret kita “melupakan” premis utama. Apakah bentuk drama itu? Oke, saya akan memberi beberapa petunjuk: 1) satu detektif menembak detektif partner-nya dalam suatu babak pengejaran tersangka; 2) rasa bersalah si detektif membuatnya insomnia dan gamang; 3) terjadi pertemuan dialogis antara detektif dan si pembunuh.

Saya sepakat dengan apa kata teman saya ihwal adegan aksi kejar-kejaran di atas balok kayu mengambang dan dialog tatap muka detektif dengan pembunuh menjadikan Insomnia at its best. Mungkin karena saya sudah terlanjur menikmati duluan karya Nolan yang eksentrik macam Memento dan judul plot detektif lain yang mencekam macam Zodiac dan se7en-nya David Fincher, maka Insomnia nampak bak siswa/i pendiam potensial yang ada dalam suatu kelas jawara. Perlu guru yang peduli supaya ia terperhatikan dan bersinar. [B] 23/01/12

1 komentar:

  1. wow aku udah liat karya-karya nolan dan kereen bangeett. nah ini mau berburu david fincher kira-kira mereka se-genre ngga?

    BalasHapus