Sabtu, 21 Januari 2012

Resensi Film: 13 Assassins (2011)

Zaman feodal (shogun) Jepang selalu menarik takkan ada habisnya. Lebih-lebih menyangkut dunia samurai dan harakiri. Sebuah film tentang era itu muncul lagi. Kali ini sorotannya ada pada konspirasi pembunuhan Lord Naritsugu yang terkenal bengis nan sadistis, mungkin seketika kita akan terkenang Nero atau Caligula dengan segala keedanannya. Sebenarnya kita langsung berpikir, lalu kenapa si kejam tak langsung diadukan ke pengadilan atau dibunuh saja. Jangan lupa sedang dalam jiwa zaman apa kejadian itu berlangsung. Era feodalisme Jepang cukup kompleks. Samurai mematok harga mati loyalitas terhadap tuannya. Daripada disuruh membelot dan membangkang terhadap tuannya, ia lebih memilih harakiri. Maka untuk membunuh si kejam pasti akan berhadapan dulu dengan loyalis-loyalisnya yang siap mati.

Yang perlu saya garis bawahi di sini adalah film ini dikemas dalam nuansa sinematografi klasik dengan dominasi gambar senyap, penajaman ekspresi (kredit untuk akting pemerannya), dan tenang (kredit untuk sutradara). Bagi saya, perempat awal film yang sangat Jepang-ish adalah bagian emasnya. Pertengahan hingga akhir cukup klise dan bisa kita dapatkan dalam sentuhan produksi Hollywood. Dalam rentang durasi 2 jam lebih sedikit, kita akan terbawa ke tengah medan Jepang tempo pertengahan abad ke-19 yang diam mencekam. Tentu ini bukan film hiburan, jadi jangan salahkan siapa-siapa kalau Anda meninggalkan film ini dalam keadaan mengambang atau sesak. Tapi di luar itu semua, saya menangkap atmosfer represif dan ketegangan sepanjang film. Adegan total pembantaian di bagian akhir membuat saya tak ingin menontonnya untuk kali kedua. Bukan hanya karena agak kepanjangan, melainkan lebih karena saya tak nyaman dan tak ingin melihat kejadian seperti itu (lagi) di dunia nyata. [B+] 21/01/12

Tidak ada komentar:

Posting Komentar