Rabu, 04 Januari 2012

Resensi Film: Moneyball (2011)

Saya tak tahu betul tentang bisbol, saya tak kenal nama-nama klubnya, pun pemain-pemain bertalenta nan bekennya. Tapi saya enjoy pol menonton Moneyball. Bukan karena kisah heroic gimmick pertandingan yang berakhir kemenangan di dalamnya, melainkan proses yang berlangsung dan didapat. Jangan kira Moneyball bakal menyuguhi detail realistik dinamika permainan bisbol di lapangan, tengok saja judulnya. BOLA UANG. Sebaiknya kita menerka dulu, apa maksud dari judul itu. Sejak pembukaan film, tentu kita akan tersadarkan bahwa film ini akan berurusan dengan set angka. Mohon jangan mengernyit dulu, minimal biarkan ia menghibur Anda selama minimal 10 menit dan saya yakin film ini bakal mengunci keseimbangan Anda untuk terus menonton hingga rampung, khususnya bagi para penikmat film drama.

Pitt memerankan karakter manajer sebuah klub bisbol papan bawah yang miskin (uang juga prestasi). Momen keemasan terakhir klubnya terpaksa gagal mencapai klimaks ketika klub besar sukses menggilas timnya. Pada musim bursa transfer pemain berlangsung, para pemain gacoan mereka dibeli klub-klub kaya. Itulah potret dunia olahraga profesional sekarang yang makin kapitalistik. Lalu, Pitt bermanuver merekrut pemuda lulusan gress dari Yale jurusan ekonomi. Tugasnya mencari pemain bak pencari bakat, namun lewat keahliannya dalam meramu data-data statistik. Sungguh sebuah metode pengolahan klub yang ekstrem dan banyak ditentang oleh para penggiat bisbol, karena melalui metode ini manusia seolah-olah diangkakan dan cenderung menihilkan intuisi dan hal-hal semacamnya.

Selain menyoal kebangkitan klub, film ini menyorot sisi personal karkater yang diperankan Pitt. Bagaimana latar belakang dia, kenapa bisa sampai menjadi manajer umum klub bisbol, dan kehidupan rumah tangganya. Semua dirangkum tanpa menjadi komoditas tontonan mehek-mehek dan overdramatis. Olah penyutradaraan ini bisa jadi karena si strada beriwayatkan menghasilkan karya-karya dokumenter dan berkisah tokoh nyata. Namun yang paling membuat saya tersodok adalah ketika film ini mencoba-sajikan tema tentang bagaimana kita memenangkan permainan (bisbol dan hidup) dengan tanpa mendewakan uang. Tema seperti ini nancep dan relevan sekali dengan iklim dunia sekarang (baca: kapitalistik) ini. Apa-apa bisa dibeli uang, sekalipun kemenangan. Kita tak sadar bahwa dengan menang lewat uang, nilainya jauh lebih semu dan sintetis ketimbang kita menang lewat prestasi.

Untuk sementara ini, menurut saya Moneyball bisa jadi salah satu kandidat kuat nominasi best picture Oscar 2012. Plot intens, editing solid, dengan konstruksi emosi terkontrol. Walaupun berset klub bisbol dengan segala ceruk kejadian di belakang layarnya, Moneyball secara gemilang memaknai kembali arti uang. [A-] 04/01/12

Tidak ada komentar:

Posting Komentar