Senin, 09 Januari 2012

Resensi Film: 12 Angry Men (1957)

Saya dapat referensi film ini dari teman pemain teater dan masih aktif berkecimpung di dunia itu. Maksud saya, pasti film ini menawarkan sesuatu. Untung film ini bisa saya dapatkan dari unduhan sebuah warnet. Memang sesuai apa kata dia, film ini “walau hitam-putih dengan set utama hanya dalam sebuah ruangan, tapi digarap ya ampun”. Tentang apakah gerangan? Film ini bercerita tentang bagaimana 12 juri dalam sebuah kasus persidangan memutuskan vonis tehadap seorang bocah 18 tahun yang dituduh membunuh ayahnya.

Hangatnya cuaca dalam set film menambah panasnya diskusi yang bergulir sepanjang film. Pertama, yang menjadi masalah adalah ketika terdapat salah satu juri menyatakan bahwa si bocah tak bersalah sementara 11 juri lainnya bulat-bulat memutuskan bersalah. Selanjutnya kita akan menjadi saksi bagaimana manusia itu bukanlah batu dan makhluk yang penuh keraguan. Hanya saja tinggal menunggu figur pengetuk/pengejut/penyadar, jika memang ada manusia yang membatu. Takkan seru dan asyik apabila saya mengumbar ending film dalam ulasan ini karena proses di dalamnya nikmat untuk disaksikan. Aktingnya, skenarionya, dan kawan-kawannya… (mengutip apa kata teman saya) ya ampun pol!

Saya pikir, ini film spesial. Bahkan saya tak sangka, film-film eksperimental nan progresif macam dwilogi Before Sunrise/Sunset yang diproduksi era masa kini berasa menjadi tak begitu spesial lagi. Bukan bermaksud mendiskreditkan, namun apa yang saya saksikan dalam 12 Angry Men menjelaskan bahwa pada zaman dulu ide liar pun berkembang dan diterima. Naif memang kedengarannya, itu karena saya merasa terlalu mendiskreditkan produksi tempo baheula. Sebuah referensi klasik bagi penggila film! [A] 09/01/12

Tidak ada komentar:

Posting Komentar