Kami
sewa tuk-tuk penjemput kami waktu di
bandara untuk mengantarkan ke kompleks Angkor Wat keesokan harinya di pagi-pagi
buta mengejar panorama sunrise berlatar
Angkor Wat. Oleh si pengemudi, ongkos carteran dibanderol USD17 selama setengah
hari tak sampai sunset. Tak bisa
ditawar lagi. Toh, harga itu terbilang
murah apalagi dibayar keroyokan. Belum lagi, setelah kita tahu bahwa harga BBM
di Kamboja jauh lebih tinggi dibandingkan dengan di Indonesia. Karena sepengamatan saya harga BBM
di Kamboja bervariasi, tergantung perusahaan dan lokasinya, reratanya kisaran
5100 riel/liter (kurs USD1=4000 riel). Lebih dari USD1/liter, bukan? Bandingkan
saja dengan harga BBM premium di Indonesia yang hanya sekitar USD0,5/liter.
Ketimpangan harga BBM ini mengilhami saya untuk terus memutakhirkan pengetahuan
tentang harga-harga BBM di tempat lain hingga pengujung tujuan perjalanan, Ho
Chi Minh City.
Dalam coretan
singkat ini, saya takkan beberkan sejarah Angkor Wat. Alasan utamanya, keterbatasan
saya secara substansial (padahal semasa kuliah pernah belajar tentang Sejarah
Asia Tenggara I dan II dengan nilai B+ dan A). Ha3… Pengalaman saya ke Angkor
Wat cukup maraton. Pagi hari pukul 04.00 waktu setempat (sama dengan WIB) alarm
hape berbunyi, saya tundakan alarm
tersebut untuk bisa terlelap sejenak kembali. Janjian dengan si pengemudi tuk-tuk pukul 04.30—04.45 membuat saya tak
lama kemudian bergegas siap-siap berangkat tanpa perlu mandi karena selain hawanya
masih dingin pun buat apa? Belum tahu waktu-waktu solat di sana, saya niati saja
solat Subuh dulu sebelum berangkat. Daripada nanti kesulitan cari tempat solat,
pikir saya. Setelah dicaritahu, ternyata waktu solat saya terlampau lebay. Jauh sebelum jatuh temponya. He3…
Sensasi
silir angin kencang bin dingin semalam ketika beranjak dari bandara pun terasa kembali
selama perjalanan ke Angkor Wat di pagi buta itu. Tak ada puitisasi terdengar
kokokan ayam di tulisan ini. He3… Malahan kali ini udara terasa sedikit lebih
menggigilkan. Jaket saya pakai lagi sebagai penutup telinga. Subuh itu jalanan terasa
begitu lengang, lampu-lampu penerangan hanya menyala di bilangan pusat kota.
Kala memasuki kawasan agak pinggiran, cahaya-cahaya lampu mulai absen.
Gelap-gulita…
Siem
Reap merupakan kota wisata dengan Angkor Wat sebagai obyek utamanya. Menantikan
sunrise di pelataran Angkor Wat sudah
menjadi salah satu atraksi populer menu pariwisatanya. Makanya, sewaktu kami
berangkat pun sudah banyak wisatawan-wisatawan yang berjalan ke arah yang sama.
Tak hanya naik tuk-tuk, di antara
mereka banyak pula yang mengendarai sepeda (kayuh). Banyak persewaan sepeda di
sana. Saya sebenarnya ingin mencoba cara itu tuk nikmati Siem Reap, mengingat
kotanya yang serba cukup nyaman. Belum padat betul, di kanan-kiri banyak toko
turistik, lajur umumnya 2 arah (kalau nyasar bisa balik arah langsung). Asyik
betul rasanya membayangkan cara lain itu…
Belum
begitu lama perjalanan, kami berhenti di sebuah area loket penjualan tiket. Oh…
ternyata sudah sampai, dekat ya (batin saya). Turunlah kami dari tuk-tuk menuju jajaran loket tersebut.
Ini dia, seperti yang banyak diceritakan dalam blog perjalanan. Kamboja,
terutama di lokasi-lokasi turistik, masih menerima mata uang USD. Kami tak
perlu pakai riel untuk beli tiket. Cukup sodorkan USD20 buat tiket masuk seharian
(ada juga paket masuk selain itu—misal 3 hari kunjungan). Mereka lalu ambil
gambar kami satu per satu dengan kamera yang sudah disiapkan di atas meja bibir-loket. Setelahnya, kami dipersilakan menyingkir dari jalur loket, diminta
menunggu kartu tiket pengunjung jadi… Tak lama kemudian, mungkin sekitar 5
menit, kartu itu sudah jadi.
Kami bergegas menuju kembali ke tuk-tuk. Sekitar 15 m dari area loket, tuk-tuk berhenti lagi. Ada pengecekan kartu pengunjung. Para petugasnya muda/i. Sambil berucap: thank you, mereka persilakan kami lanjutkan perjalanan. Oke, mana-mana… Angkor Wat yang tersohor itu? Sudah 10 menit perjalanan kok belum sampai juga… Lah, loket tadi itu terus lokasinya di mana? Kok kami belum sampai-sampai juga neh? [31/01/13]
Kami bergegas menuju kembali ke tuk-tuk. Sekitar 15 m dari area loket, tuk-tuk berhenti lagi. Ada pengecekan kartu pengunjung. Para petugasnya muda/i. Sambil berucap: thank you, mereka persilakan kami lanjutkan perjalanan. Oke, mana-mana… Angkor Wat yang tersohor itu? Sudah 10 menit perjalanan kok belum sampai juga… Lah, loket tadi itu terus lokasinya di mana? Kok kami belum sampai-sampai juga neh? [31/01/13]