Senin, 18 Maret 2013

Resensi Film: Io sono I'amore/I am Love (2009)


Satu dinasti keluarga kaya di Italia sedang goyah. Khas kisah-kisah novel drama dewasa yang sering kita lihat di rak pamer Gramedia. Gambar sampul novel-novel itu biasanya berupa ilustrasi lukisan. Tak jarang pula di antaranya yang menggugah secara sensual. Bagi saya, seperti itulah plot yang sedang difilmkan I am Love. Sebuah film berbahasa Italia, yang bagi saya cukup menggairahkan. Apalagi dengan penggalan-penggalan adegan seks yang sempat memancing berahi saya.

Uang (harta kekayaan) tak bisa mengendalikan segalanya. Seseorang-baru masuk dalam sebuah keluarga besar itu. Ia, yang merupakan teman si tuan muda dan ahli memasak, masuk pada saat yang tepat. Di saat si nyonya sudah lama menjadi seorang isteri sekaligus ibu yang berpura-pura bahagia dan segalanya berjalan normal. Saat si nyonya cicipi masakan si orang baru ini, dirinya terbakar meleleh. Ia mengalami orgasme kuliner atas kelezatan masakan si orang baru. Ternyata tak hanya masakan yang membuat si nyonya tergoda. Jiwa raganya pun bertekuk lutut pada si orang baru. Perselingkuhan pun dimulai…

Bagi saya, tak ada yang baru dan spesial dari cerita film ini. Yang paling mencuri perhatian saya adalah penyuntingan gambarnya yang kasar—dikawani orkestrasi musik bernada khawatir terselubung—seolah disengaja guna timbulkan nuansa emosi bergejolak. Plot film, menurut saya, bersifat sekuler dan egois. Miskin perspektif transendental. Bagi Anda yang inginkan film dengan sentuhan-sentuhan spiritual, tak usah menonton film ini. Anehnya, walaupun terbilang biasa saja namun saya tak bisa tinggalkan film ini begitu saja. Saya tak rela jika tak merampungkannya. [B] 17/03/13 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar