Untuk pertama kalinya saya
menonton karya strada Leos Carax. Ia lumayan terkenal lewat film unsimulated sex-nya berjudul Pola X. Yang mendorong saya mau membuka
diri tonton film ini adalah salah satu komentar dari penikmat film dalam sebuah
artikel. Ia curcol, sedikit menyayangkan mengapa tim juri Festival Film Cannes
mengunggulkan Amour di atas Holy Motors. Ia berdalih, bukan karena Amour tak oke—bahkan plotnya sangat
mendalam—namun dengan memilihnya sebagai film yang layak mendapat Palem Emas
berarti Cannes tahun ini tak cukup memberi kesegaran, padahal di jajaran lain
ada Holy Motors yang menurutnya lebih
berwarna dan dinamis.
Jika Anda baca beberapa ulasan
Holy maka akan mendapati narasi tentang
awal film yang cukup deskriptif. Karena memang begitu adanya. Adegan awal diisi
oleh babak terbangunnya si strada, Leos Carax, di dalam sebuah ruang tidur yang
tak jelas di mana itu berada. Dengan terdengarnya suara-suara khas lautan, kita
bisa mengira ia sedang berada di atas geladak kapal. Namun, dari jendela kaca ruangan
itu di kejauhan kita bisa lihat sebuah burung besi sedang mendarat di atas
landas pacu. Ah, saya bingung… Di manakah sebenarnya lokasi ruangan itu? Baru
menit awal saja sudah membingungkan saya. Belum lagi lanjutannya, saat Carax
menuju sebuah sisi ruangan.
Tembok ruangan beralaskan
kertas dinding bermotif hutan. Di salah satu bagian yang Carax tuju, ada
lingkaran kecil serupa rumah kunci. Ia julurkan salah satu ujung jemarinya yang
berbentuk kunci melingkar (ding-dong) ke lubang itu. Klop masuk kemudian
diputar, bak kunci sedang bertemu rumahnya. Ternyata sebuah pintu yang sedang
dibuka Carax. Lalu ke manakah ia menyembul keluar, Saudara-saudara? Di dalam
gedung bioskop!
Sudah cukup sampai sini dulu
sekilas cerita awal Holy. Ini bukan
film absurd, bagi saya. Namun lebih
ke perwujudan kreativitas tanpa batas. Bermain-main dengan simbol
mengatasnamakan keliaran ide. Aliran film terasa postmodernisme sekali. Yang
saya pahami dari film ini yakni tentang penggambaran dunia perfilman. Dunia akting,
terutama. Lewat satu mobil limosin putih yang sangat panjang, si karakter utama
film bernama Oscar memenuhi jadwal kerja yang padat sekali. Ia berolah peran
dari satu tempat ke tempat lain di tengah “sophisticated”-nya
kota Paris. Saya beri standing ovation
untuk akting dari si pemeran Oscar, Denis Lavant. Luar biasa!
Holy jenis film yang dapat
diinterpretasikan tanpa batas. Saya rasa, si strada sengaja membiarkannya
demikian. Dalam film ini magnet populernya ada di lini beberapa pemain cantik
terkenalnya: Kylie Minogue dan Eva Mendez. Mereka secara tak terduga, memberi
kontribusi positif dalam membangun ketakbiasaan film. Tetap saja, di dalam film
ini Leos Carax “berani” memamerkan organ vital seperti yang (dengar-dengar) ia
lakukan di Pola X. Ada pen*s sedang
ereksi ditampilkan. Tapi, saya kira itu sintetis dan bagian dari kesengajaan
dengan maksud menyindir pihak tertentu, mungkin saja ke dunia perfilman
kontemporer. Penonton bisa menafsirkannya macam-macam. Sebagai amsal, alih-alih
sebuah pen*s tegak sebagai vulgaritas bisa saja kita kira itu sebuah acungan
jari tengah.
Film ini misterius, bagi saya.
Dari awal hingga akhir. Makanya… tak bisa saya suka atau benci begitu saja.
Saya tak bisa mendefinisikan apa film ini bagus atau buruk. Bukan itu keutamaan
menyimak film ini. Sebuah proses berkesenian bisa kita rasakan lewat film ini.
Biarkan seniman bekerja dan terserah kita mau/bisa menikmatinya atau tidak.
Yang jelas, karya enigmatis ini merupakan salah satu film non-English mencolok di 2012. [B+] 03/03/13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar