Senin, 04 Maret 2013

Resensi Film: Holy Motors (2012)

Untuk pertama kalinya saya menonton karya strada Leos Carax. Ia lumayan terkenal lewat film unsimulated sex-nya berjudul Pola X. Yang mendorong saya mau membuka diri tonton film ini adalah salah satu komentar dari penikmat film dalam sebuah artikel. Ia curcol, sedikit menyayangkan mengapa tim juri Festival Film Cannes mengunggulkan Amour di atas Holy Motors. Ia berdalih, bukan karena Amour tak oke—bahkan plotnya sangat mendalam—namun dengan memilihnya sebagai film yang layak mendapat Palem Emas berarti Cannes tahun ini tak cukup memberi kesegaran, padahal di jajaran lain ada Holy Motors yang menurutnya lebih berwarna dan dinamis.   

Jika Anda baca beberapa ulasan Holy maka akan mendapati narasi tentang awal film yang cukup deskriptif. Karena memang begitu adanya. Adegan awal diisi oleh babak terbangunnya si strada, Leos Carax, di dalam sebuah ruang tidur yang tak jelas di mana itu berada. Dengan terdengarnya suara-suara khas lautan, kita bisa mengira ia sedang berada di atas geladak kapal. Namun, dari jendela kaca ruangan itu di kejauhan kita bisa lihat sebuah burung besi sedang mendarat di atas landas pacu. Ah, saya bingung… Di manakah sebenarnya lokasi ruangan itu? Baru menit awal saja sudah membingungkan saya. Belum lagi lanjutannya, saat Carax menuju sebuah sisi ruangan.

Tembok ruangan beralaskan kertas dinding bermotif hutan. Di salah satu bagian yang Carax tuju, ada lingkaran kecil serupa rumah kunci. Ia julurkan salah satu ujung jemarinya yang berbentuk kunci melingkar (ding-dong) ke lubang itu. Klop masuk kemudian diputar, bak kunci sedang bertemu rumahnya. Ternyata sebuah pintu yang sedang dibuka Carax. Lalu ke manakah ia menyembul keluar, Saudara-saudara? Di dalam gedung bioskop!

Sudah cukup sampai sini dulu sekilas cerita awal Holy. Ini bukan film absurd, bagi saya. Namun lebih ke perwujudan kreativitas tanpa batas. Bermain-main dengan simbol mengatasnamakan keliaran ide. Aliran film terasa postmodernisme sekali. Yang saya pahami dari film ini yakni tentang penggambaran dunia perfilman. Dunia akting, terutama. Lewat satu mobil limosin putih yang sangat panjang, si karakter utama film bernama Oscar memenuhi jadwal kerja yang padat sekali. Ia berolah peran dari satu tempat ke tempat lain di tengah “sophisticated”-nya kota Paris. Saya beri standing ovation untuk akting dari si pemeran Oscar, Denis Lavant. Luar biasa!

Holy jenis film yang dapat diinterpretasikan tanpa batas. Saya rasa, si strada sengaja membiarkannya demikian. Dalam film ini magnet populernya ada di lini beberapa pemain cantik terkenalnya: Kylie Minogue dan Eva Mendez. Mereka secara tak terduga, memberi kontribusi positif dalam membangun ketakbiasaan film. Tetap saja, di dalam film ini Leos Carax “berani” memamerkan organ vital seperti yang (dengar-dengar) ia lakukan di Pola X. Ada pen*s sedang ereksi ditampilkan. Tapi, saya kira itu sintetis dan bagian dari kesengajaan dengan maksud menyindir pihak tertentu, mungkin saja ke dunia perfilman kontemporer. Penonton bisa menafsirkannya macam-macam. Sebagai amsal, alih-alih sebuah pen*s tegak sebagai vulgaritas bisa saja kita kira itu sebuah acungan jari tengah.

Film ini misterius, bagi saya. Dari awal hingga akhir. Makanya… tak bisa saya suka atau benci begitu saja. Saya tak bisa mendefinisikan apa film ini bagus atau buruk. Bukan itu keutamaan menyimak film ini. Sebuah proses berkesenian bisa kita rasakan lewat film ini. Biarkan seniman bekerja dan terserah kita mau/bisa menikmatinya atau tidak. Yang jelas, karya enigmatis ini merupakan salah satu film non-English mencolok di 2012. [B+] 03/03/13

Tidak ada komentar:

Posting Komentar