Kamis, 17 Februari 2011

Resensi: A Walk to Remember (2002)


Seorang siswa keren dari grup gaul sekolah tak sengaja mencelakai seorang calon anggota grup. Akibatnya ia harus menanggung beberapa hukuman sekolah. Satu sanksi di antaranya memaksa ia berkenalan lebih dekat dengan siswi alim, sederhana, dan tak gaul, yang biasa menjadi sasaran ledekan anggota grupnya. Tak disangka lambat laun si siswi mengubah kepribadian si siswa. Mereka pun saling jatuh cinta. Yang mengenaskan ternyata si siswi mengidap kanker. Hidupnya tak lama lagi. Pasangan ini lalu lengkapi semua cita-cita cinta dalam jalinan kisah kasih yang tersisa.

Saya menyimpan file film ini sebagai tanda penasaran atas rekomendasi beberapa teman. Setelah saya menontonnya, didapat sebuah kisah menye-menye overtragedi dari skenario kelas sinetron. Mengingatkan kita pada kisah-kisah drama film Indonesia era 80-an hingga 90-an, mungkin, yang dibintangi Widyawati atau Rano Karno. Saya melihatnya lebih seperti itu. Biar penonton makin iba dan terkuras emosinya maka cobaan datang maha dahsyatnya. Dari benci ke rindu. Semua dibalut dengan kemasan perubahan kepribadian.

Dalam film ini, penyanyi pop cantik Mandy Moore menjelma sebagai barbie lusuh pemendam sakit akut yang menanti sebuah keajaiban. Barbie yang emoh berzina. Maunya berdansa dan dikecup. Ah, tak ada yang greng jadinya sepanjang film.

Untung durasi hanya 1 jam 40-an menit. Bila lebih maka film ini takkkan termaafkan. Terlalu banyak musik seliweran tak jelas, walau beberapa menarik juga (sebutlah New Radicals, Switchfoot) meski tak kena konteks. A Walk to Remember cocok untuk gala sinema drama khas layar kaca, bukan sebagai film tayangan bioskop. Saya salah masuk kamar pas kali ini. [C-] 15/02/11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar