Kamis, 03 Februari 2011

Resensi: How to Train Your Dragon (2010)


Kenapa ya macam film seperti ini tak akan pernah bosan dibuat dan dipertontonkan? Seperti lagu lama dengan segala formula wajibnya. Kisah dengan karakter utama from zero to hero ditambah pemantik revolusi. Tokoh sentralnya Hiccup bocah dari bangsa Viking yang sangat diragukan kevikingannya oleh bangsa bahkan ayah kandungnya sendiri. Sejak lahir tak menampakkan karakter spartan. Yang ada ia tumbuh sebagai produk gagal karena dipandang tak mampu membunuh naga seperti yang dilakukan oleh sebangsa umumnya.

Suatu kebetulan mempertemukan ia dengan seekor naga misterius yang dalam ensiklopedi bangsanya belum teridentifikasi. Awal-awal ia hendak membunuh, namun ada dorongan batin yang membuat ia batal melunaskan niatnya. Kembali ke formula Hollywood, dari sini hubungan persahabatan antara Hiccup dan si naga yang diberi nama Toothless terjalin hingga menyeret mereka ke dalam berbagai rintangan. Mulai dengan keterbatasan Toothless karena sirip ekornya timpang hingga pertentangan antara Hiccup dan ayahnya.

Tentu ending sudah bisa diterka mau dibawa ke mana film-film macam ini. Bolehlah Disney selalu sukses estafet dengan racikan kartun – yang sekarang didominasi dengan CGI – tiga babak plus happy ending, tapi tim Dreamworks agaknya akan selalu membayangi dominasi. Mungkin sekarang tinggal mau sevisioner apa ide yang ditawarkan. Di sini Disney (bersama Pixar) masih memimpin jauh, terlebih dengan robot pendaur ulang sampahnya (Wall-E). [B]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar