Senin, 14 Februari 2011

Resensi: Freedom Writers (2007)


Ruang 203 Woodrow Wilson High School, Long Beach, California menjadi saksi betapa hebatnya kekuatan toleransi mampu meluruhkan ketegangan rasial yang terjadi di sekitarnya pada tahun 1992. Adalah Erin Gruwell seorang guru muda 23 tahun yang dihadapkan pada kenyataan pahit mendapat kesempatan pertama mengajar dalam kelas berintensitas gejolak rasial cukup sengit.

Siswa-siswi Erin yakni pemuda-pemudi dari berbagai kalangan warna kulit dan status sosial. Afro-Amerika, Latin, Asia, si kaya, si miskin, yang tak jarang di antara mereka tergabung dalam aliansi geng. Yang mereka sebar dalam kelas hanyalah kebencian satu sama lain. Dunia kekerasan merupakan menu harian keseharian mereka.

Stres menghinggapi Erin di awalnya. Setiap kali mengajar, tak ada hormat dan santun yang ditunjukkan siswa-siswinya. Saling ejek satu sama lain, pemetaan bangku ajar yang “berkotak-kotak” atau saling pilih kawan juga lawan menyebabkan proses belajar-mengajar teramat tak kondusif. Mana ada akalanya di tengah proses belajar-mengajar bel sekolah berbunyi menandakan ada kisruh kekerasan geng.

Hari demi hari dijalani Erin sembari mengembangkan strategi supaya bisa mempersempit jarak antarsiswa-siswinya. Mulai dari pendekatan musik, sampai dengan bacaan The Diary of Anne Frank. Lambat laun siswa-siswi Erin terkoneksi secara naluriah lewat bacaan yang satu ini. Di dalamnya mereka memahami sejarah intoleransi terbesar sepanjang masa. Sebuah pengetahuan yang selama ini tak pernah mereka dapatkan.

Mengetahui banyak kisah duka yang bisa dibagi oleh siswa-siswinya, Erin mendorong mereka untuk menulis jurnal harian. Tak ada paksaan. Di situ mereka bebas menulis apa yang mereka pikir dan rasakan. Boleh dibaca atau tidaknya jurnal harian tersebut oleh Erin pilihan mutlak ada di tangan siswa-siswa sendiri. Lewat kisah dan buah pikiran yang ditulis secara bebas, pintu berbagi rasa mulai terbuka pada diri siswa-siswi Erin demi masa depan yang tak pernah terlintas di benak sebelumnya. [B]

1 komentar:

  1. dulu pernah tergiur untuk membeli The Diary of Anne Frank yang sekarang saya sesali, bukan karena isi bukunya melainkan karena keteledoran saya meminjamkan buku itu pada orang yang tidak bertanggung jawab. Dan sekarang saya hanya bisa menyesal karena buku itu kini telah hilang hiks..

    BalasHapus