Minggu, 06 Februari 2011

Resensi: Sang Pemimpi (2009)


Saya belum baca tetralogi fenomenal Andrea Hirata. Sekuel pertama ini masih disutradarai sang suksesor film anak musikal era 90-an nan monumental Petualangan Sherina, Riri Riza. Bersama produser Mira Lesmana, tim kreator Sang Pemimpi sekali lagi mempertahankan sentuhan Midas dalam hal akurasi artistik. Mereka ibarat pekerja yang memikul beban teramat berat karena selalu mengangkat tema besar dengan antusiasme dan pengharapan yang tinggi dari calon audiensnya.

Melanjutkan kisah Ikal cs., Sang Pemimpi bercerita Ikal dewasa yang telah mengalami banyak suka-duka hingga bisa menjadi sang pemimpi berhasil. Ya, mendapatkan beasiswa kuliah di Eropa. Alur ceritanya kilas balik jadi jangan harap bakal menyaksikan Ikal dewasa berlama-lama. Tersebutlah Arai di sini sebagai pemicu mimpi. Bocah kreatif nan enerjik ini sepupu jauh Ikal yang hidup sebatang kara. Arai dan Ikal bersama satu teman seperjuangan selatar belakang lagi bernama Jimbron menjadi trio petualang cinta dan cita-cita di ranah Melayu kaya timah yang jauh dari kemakmuran.

Cukup banyak cameo kontributif dalam Sang Pemimpi. Ada Nugie sebagai guru motivator dan progresif, juga Ariel “Perterpan” sebagai Arai dewasa. Bravo buat mereka berdua terlebih kepada Nugie, yang statusnya jadi layak bukan cameo lagi. Akting para pemerannya pun patut diacungi jempol, membuat saya merasa percaya dan dekat dengan mereka.

Salut dan terima kasih setulusnya buat Andrea Hirata yang mau berbagi kepada dunia tentang kisah hidup dirinya yang sangat inspiratif dan menggugah. Hal pelemah film seperti editing yang keseringan fade in fade out juga beberapa adegan soliter yang kesana kemari tanpa gigitan jelas jadi tak mempan meloyokan intensitas dari kisah hebat tentang pentingnya mimpi dan usaha keras ini. Lepas OST yang dilantunkan Gigi di akhir film selesai, tiba-tiba saya merasa kerdil. Saya dibonsai oleh kisah Sang Pemimpi. [B-]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar