Selasa, 09 April 2013

Resensi Film: Okuribito/Departures (2008)

Saya percaya bila ada tips yang mencantumkan poin bahwa menonton film drama bagus bisa menjadi salah satu sarana pengubah mood, dari buruk menjadi baik. Itu berlaku buat satu film Jepang ini, Departures. Awalnya saya agak sangsi bakal terlenakan oleh film ini, mengingat di durasi awalnya film ini terkesan sangat ala Holiwut. Sejak awal struktur plotnya sudah ketahuan 3 babak, dan beberapa bagian akting pemeran utamanya nampak sintetis. Tapi, apa mau dikata… Cerita film ini humanis sekali. Susah menolak untuk tak peduli.

Seorang musikus muda pemain cello (apa istilahnya?cellis?) baru saja tunakerja karena grup orkesnya dibubarkan. Ia masih menanggung hutang banyak atas pembelian cello barunya. Ia dan sang isteri rela dan sepakat menyingkir, pindah dari Tokyo ke kota kecil tempat kelahirannya demi kelangsungan hidup. Menempati rumah warisan dan memulai kehidupan baru. Yang membuat film ini mulai kuat mencantolkan kail pada penontonnya adalah segala hal tentang profesi baru yang dijalankan si musikus pengangguran tersebut.

Lewat ekspos kultur Jepang dalam prosesi jelang pemakaman, film ini teramat sentimental berujar. Satu babak montase dalam film ini memang jawara. Bagi saya, film ini paradoks. Secara teknis, film naratif ini sangat biasa dan lumrah namun secara substansial film ini berhasil melompati sensasi yang tersampaikan oleh film-film berteknis biasa dan lumrah. Ia secara elegan mampu bubuhkan kutipan-kutipan pelajaran tentang kehidupan dan kematian tanpa berusaha memaksakan diri tampil sebagai si hebat. Satu lagi tontonan penyejuk hati dari Negeri Sakura. [B+] 09/04/13    

1 komentar:

  1. saya setuju dengan ulasan diatas, film tersebut memang bagus dan menyentuh :)

    btw, kalau anda suka film jepang sejenis ini, anda bisa coba tonton The Woodsman and The Rain / Kitsutsuki to Ame (2011) , film drama ringan dengan sentuhan komedi yang bagus :D


    nice blog! :)

    BalasHapus