Lewat film ini, saya mulai
kenal baik citarasa ala Wong Kar-Wai. Ia tak pernah begitu rapi, terutama
secara penyuntingan gambar. Ia coba tak begitu terbebani dan sibuk dengan
segala aspek teknis sebagai pemanis, malahan ia buat hal-hal teknis tampil apik
di saat yang tepat. Yang penting nuansa dan rasa tersampaikan. Itulah yang
menjadikan sinematografi Wong sangat khas.
Film ini sungguh-sungguh
sederhana. Diawali, disisipi, dan diakhiri dengan kata-kata naratif. Bertemakan
cinta, lewat topik perselingkuhan. Sebuah kisah kriminalitas-emosi yang hangat
tanpa perlu menonjolkan adegan seks. Di film ini akting dua pemeran utamanya:
Tony Leung dan Maggie Cheung jelas masing-masing memegang kartu as. Lewat
cerminan ekspresi mereka, kita sebagai penonton dibantu mengetahui dan
merasakan apa yang tengah bergolak dalam hati dan pikiran mereka.
Yang bikin gemas dari film ini
adalah ada dua karakter di dalamnya yang tak pernah dilihatkan sosok atau
wajahnya secara gamblang. Bukan tanpa tujuan tentu si strada memilih cara
demikian. Setelah rampungkan film, saya berpikiran dengan tanpa mengetahui
secara eksplisit wujud kedua karakter tersebut maka saya mudah digiring untuk
fokus pada kedua karakter utama saja. Tak terdistraksi oleh embel-embel yang
kurang penting, karena film ini hanya mau menceritakan tentang relasi emosional
antara dua orang itu saja. Bukan yang lain.
Hebatnya lagi, film ini mampu
secara mulus menyambungkan dirinya dengan film Wong Kar-Wai lain berjudul 2046.
Film-film Kar-Wai yang telah saya tonton hampir selalu tersampaikan secara
puitis. In the Mood for Love menjadi
salah satu contoh kuatnya. [B+] 07/04/13
N.B.
Sepintas diperdengarkan lagu Bengawan Solo (versi bahasa Inggris) di
film ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar