Acapkali mendengar nama strada
Peter Jackson selalu terbersit trilogi epik The
Lord of the Rings. Sudah kadung
identik. Setelah merampungkan proyek trilogi The Rings, hanya satu judul film yang berhasil ia orbitkan secara
sukses yakni King Kong. Karya
lainnya, semisal The Lovely Bones,
tenggelam terlupakan. Kali ini Peter mencoba peruntungannya kembali lewat
cerita yang juga merupakan hasil kreasi dari penulis trilogi The Rings, J.R.R. Tolkien.
Ceritanya masih nyambung.
Mudahnya, The Hobbit merupakan
prekuel kisah trilogi The Rings.
Kalau dulu tokoh utamanya merupakan si Hobbit bernama Frodo maka di sini yang
jadi karakter utamanya adalah Bilbo Baggins, paman Frodo. Apabila di trilogi The Rings misinya menghancurkan cincin
ampuh sumber kisruh, maka dalam The
Hobbit misinya penguasaan kembali tanah air bangsa Dwarf yang telah sekian
lama dikuasai oleh Smaug, seekor naga buas tak bertuan.
Lalu, apa hubungannya dengan
Bilbo yang jelas-jelas bukan berasal dari bangsa Dwarf? Dalam misi ini ia
menjadi anggota pasukan yang berposisikan sebagai “maling”. Satu posisi penting
yang tak bisa diperankan oleh bangsa Dwarf. Total mereka 15 orang. Hanya 2 di
antaranya yang bukan Dwarf: Gandalf (penyihir) dan Bilbo (Hobbit).
Saya pernah iseng-iseng
mengecek ulasan dari kritikus film tentang The
Hobbit. Umumnya, pada kurang terpuaskan. Bagi saya, jelas kurang adil dan
tepat kalau melulu banding-bandingkan tiap karya baru dari Jackson dengan
mahakarya (hingga saat ini) trilogi The
Rings-nya. Dengan mencoba tak mempertimbangkan karya terdahulunya, The Hobbit cukup menjanjikan.
Rumus-rumus yang dipakai masih sama, bedanya (di antaranya) sekarang tersedia versi
3D dan aspek teknis lain seperti pemakaian teknologi 48 fps.
Hasil akhirnya, petualangan The Hobbit tetap seru diikuti. Fase
introduksi awal memang selalu hampir jatuh pada efek menjemukan, sebagaimana
yang dialami dalam seri The Fellowship of
the Ring. Pada variabel ini, menurut saya Peter belum begitu berhasil
memperbaiki. Namun dalam tataran keseruan aksi petualangan dan eksploitasi
keindahan panorama, jelas ada kemajuan. Musik ilustrasi masih mengekor dari trilogi
The Rings, dan sejauh yang saya
nikmati sepertinya The Hobbit belum
temukan iringan baru yang khas.
Sebagai penutup, secara umum
dosis The Hobbit jauh lebih ringan
dibanding trilogi The Rings. Ia
terabai atas kilau kemasyhuran kakak angkatannya. Tapi saya melihat ada potensi
dalam The Hobbit, yang direncanakan
jadi trilogi pula. Saya tunggu sekuelnya… [B] 07/04/13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar