Senin, 11 Februari 2013

Resensi Film: The Sessions (2012)

Kalau pernah menonton film bukan tipikal Oscar (baca: festival dan penghargaan) tapi mampu menggerakkan, The Sessions merupakan satu contoh di antaranya. Sebuah film berdasar kisah nyata. Mark O’Brien, seorang penyair dan jurnalis yang seumur hidupnya terkulai berbaring lumpuh karena polio. Di usia kepala tiganya, ia ingin nge-sex. Film ini menyentuh di beberapa adegan sederhananya.

Blok-blok plot cuma segelintir. Mark rajin berkonsultasi ke pastur, ia diantar kemana-mana juga dirawat oleh beberapa perawat telatennya, dan ia menjalani sesi terapi seksual. Nah, yang terakhir ini menjadi fokus plot terpilih dari sekian banyak hal inspiratif dari Mark. Sebelum lakukan terapi seksual, ia curcol dan meminta pertimbangan kepada si pastur-sahabatnya. Di luar dugaan, opini pribadi si pastur memberinya lampu hijau.

Sex Surrogate, sebuah istilah baru buat saya. Ia merupakan profesi terapis seksual. Kalau mau tahu bedanya dengan profesi PSK, maka silakan saja Anda menonton film ini. Bagi yang antimenonton film telanjang, mungkin googling saja. Ada 6 pertemuan terapi yang bakal dijalani Mark, karakter terapisnya diperankan secara berani oleh Helen Hunt. Sesi terapi seksual yang harusnya berlangsung 6 kali jadi terhenti sampai menginjak pertemuan ke-4 saja. Ikatan rasa mulai bersemi, sebuah implikasi terlarang dari sebuah mekanisme profesional. Si terapis tak ingin merusak kehidupan pribadi rumah tangganya.

Seperti yang saya tulis di atas, beberapa adegan sederhananya menyentuh. Saya tersentuh, meski momen itu muncul dalam adegan-adegan kecil atau bahkan biasa sekali. Humor ringan pun ada di mana-mana. Saya bersyukur bisa mendapat film hiburan, semenghibur hati ini. Salut untuk mendiang Mark. Suatu inspirasi dari figur yang sebagian besar hidupnya terbaring di dalam iron lung. [B+] 11/02/13  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar