Bagai melihat ruji-ruji roda berputar,
itu wujud problema kependidikan di sekolahan di mata saya. Di luar aspek
substansial, sekolahan ibarat pasar intelektual. Tempat transaksi. Dalam film
peraih palem emas tanpa iringan musik ini, si sutradara merangkap penulis skenario
secara cermat mengemas dinamika kelas menjadi sebuah bahan diskusi-introspektif
multiperspektif.
Sampelnya adalah satu kelas
sastra Prancis, diampu oleh seorang guru pria yang sempat dikonfirmasi
langsung oleh muridnya: apakah dia gay
atau bukan? Dari satu torehan adegan ini saja kita sudah bisa mengendus aroma
kritis. Menonton keseluruhan film ini seperti menyaksikan arogansi perdebatan
kritis. Sopan santun menjadi barang mewah. Semua serba dipertanyakan dan
didebat. Bola salju argumentasi tak selalu menggelinding mulus, acapkali malah
menjadi bola api yang siap membakar siapapun yang disinggungnya.
Pada sebagian besar durasinya
memang The Class menyoroti adegan
dalam kelas secara realistik (asyik diikuti), namun lambat laun ia mengupas hal-hal secara komprehensif. Mulai
dari problema manajerial sekolah sampai dengan latar belakang murid-murid
bermasalah. Tanpa perlu mengutarakannya secara frontal. [B+] 19/02/13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar