Kamis, 07 Februari 2013

Resensi Film: Les Miserables (2012)

Apa?! Dibuat lagi! Mau sampai kapan cerita kreasi Victor Hugo ini didaur-ulang. Di luar keagungan ceritanya, saya hanya tak berminat lagi keseringan menonton film adaptasi Les. Terakhir, saya tonton versi yang dibintangi Liam Neeson. Kagetnya lagi, yang sekarang ini merupakan versi musikal turunan dari seni pertunjukan panggung. Alamak, sudah adaptasian dari hasil adaptasi pula. Beranak-pinak. Dari buku, ke panggung, terus ke layar lebar. Kalau bukan karena stradanya Tom Hooper (The King’s Speech) dan dibintangi aktor-aktris tersohor, dijamin saya bakal tak mau membuang waktu senggang.

Tak perlu saya tulis sinopsisnya. Bagi siapa saja yang belum menonton Les (2012), siap-siap saja bakal disuguhi 2,5 jam penuh nyanyian, sangat minor dialog—mungkin tak lebih dari 5% total durasi. Sebuah pengalaman baru bagi saya. Tepuk tangan buat saya sendiri telah sukses mengkhatamkan film ini. Sinematografinya pun jelas memanjakan mata. Beberapa pengambilan gambar berasa seperti menyimak video klip mewah, meskipun berteknik hand-held. Lantas, apa yang paling spesial? Saya kira adegan Anne Hathaway ketika menyanyikan I Dreamed a Dream. Tonton saja dan Anda akan tahu apa yang saya maksud.

Komplain utama dari saya untuk Les (2012) adalah boros durasi. Secara keseluruhan saya rasa film ini lebay, tapi anggun setengah mati. Semua lini tak ada yang di bawah standar holiwut. Andai saja naskahnya berangkat dari skenario orisinil atau adaptasian yang jarang diadaptasi, pasti bakal beda komentarnya. Bakalan spektakuler mengingat penonton akan menemui percikan kejutan plot. Jadinya kita bukan sekadar saksikan kemasan ulang dari sebuah cerita yang kelewat popular mendunia. Maksud saya, lantas tujuan utama dan ambisi apa yang ingin dicapai produksi film kolosal ini selain dari menyuguhkan kemasan lain? [B+] 07/02/13  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar