Saya mengenal strada Terrence Malick sejak menonton film
berpredikat Palem Emas-nya, The Tree of
Life. Saat menonton Tree, ada ajakan
kuat buat saya untuk mengapresiasinya. Sinematografi indah yang matang, gaya
penceritaan yang puitis, dan tema falsafah hidup yang mengguncang. Makanya,
saya penasaran juga untuk melihat karya anyar Malick, To the Wonder, yang bertemakan
cinta dibintangi oleh si strada Argo,
Ben Affleck.
Setelah
melumat habis film ini, saya malah terburamkan. Makin tak jelas. Dengan gaya
bertutur yang masih khas, film ini berawal dengan sajian kehangatan sentuhan
demi sentuhan sepasang kekasih yang sedang memadu asmara. Secara lambat dan
pasti, film menyeret kita pada konflik cinta. Di tengah-tengahnya muncul
karakter-karakter baru yang menurut saya tak cukup penting. Tapi, mungkin
mereka sangat penting maknanya bagi Malick. Salah satunya ada seorang pendeta
(dibintangi Javier Bardem) yang berdialektika tentang kehampaannya.
Kalau
saya menyingkat sinopsis Wonder, maka
jawabannya adalah film ini tentang pasang-surut cinta. Dibilang film
nihilistik, bukan. Dikata spiritual, malah terasa semu. Saya hanya kurang paham
saja, selain menikmati indahnya gambar-gambar yang tersaji.
[C] 19/05/13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar