Selasa, 14 Mei 2013

Resensi Film: Baraka (1992)

Menurut teman saya, film ini termasuk bersifat etnografis. Saya cukup sepakat dengannya. Bumi, 22 negara, Berdurasi 1,5 jam, berisikan potongan-potongan gambar gerak tanpa dialog, tanpa cerita, tanpa narasi. Ini film fotografis betul! Anehnya, baru kali ini saya mendapat sensasi nonton film noncerita tapi pantat saya betah menempel di bangku hingga pengujung gambar. Semua itu hanya ditemani ilustrasi musik yang tak bisa dibilang istimewa, tapi pas.

Lalu tentang atau visi apakah yang ingin disampaikan oleh si strada Ron Fricke lewat karya terkenalnya ini. Saya sempat mengecek sekilas tentang latar belakang Ron. Ia termasuk sinematografer laris atas film-film eksotis. Tak perlu banyak menilik secara langsung film-film hasil bidikannya, kita sebagai penonton akan banyak bisa mengenal Ron lewat Baraka. Film ini bisa dibilang bias, namun bisa juga dicap provokatif. Dimulai dengan sorotan sisi-sisi kehidupan relijius masyarakat. Episode demi episode menuntun kita pada urutan siklus umum kehidupan. Dari Tuhan kembali ke Tuhan, di tengah-tengahnya tersisipi dinamika hidup (termasuk sampai ke sisi yang sangat duniawi). Tapi… jika saja dipandang dari sudut lain, film ini pun bisa diartikan produk pluralisme. Atau bahkan lainnya. Terserah Anda.

Ini spesial bagi saya. Seperti menyaksikan pariwara panoramik, seperti menonton program Discovery Channel. Tapi bukan. Ada riak-riak kekaguman sewaktu menontonnya, walau tak sampai membuat saya terhanyut dan merinding. Untuk saya, ini salah satu karya audio-visual besar bertemakan menangkap keindahan ilahiah. Membuat saya sadar lagi bahwa gunung-gunung pun bernafas. Tak hanya manusia. Sangat sesuai dengan judulnya… *silakan dicari sendiri tentang definisi ‘baraka’. [A-] 13/05/13

Tidak ada komentar:

Posting Komentar