Menurut teman saya, film ini
termasuk bersifat etnografis. Saya cukup sepakat dengannya. Bumi, 22 negara, Berdurasi
1,5 jam, berisikan potongan-potongan gambar gerak tanpa dialog, tanpa cerita,
tanpa narasi. Ini film fotografis betul! Anehnya, baru kali ini saya mendapat
sensasi nonton film noncerita tapi pantat saya betah menempel di bangku hingga
pengujung gambar. Semua itu hanya ditemani ilustrasi musik yang tak bisa
dibilang istimewa, tapi pas.
Lalu tentang atau visi apakah
yang ingin disampaikan oleh si strada Ron Fricke lewat karya terkenalnya ini. Saya
sempat mengecek sekilas tentang latar belakang Ron. Ia termasuk sinematografer
laris atas film-film eksotis. Tak perlu banyak menilik secara langsung
film-film hasil bidikannya, kita sebagai penonton akan banyak bisa mengenal Ron
lewat Baraka. Film ini bisa dibilang
bias, namun bisa juga dicap provokatif. Dimulai dengan sorotan sisi-sisi
kehidupan relijius masyarakat. Episode demi episode menuntun kita pada urutan
siklus umum kehidupan. Dari Tuhan kembali ke Tuhan, di tengah-tengahnya
tersisipi dinamika hidup (termasuk sampai ke sisi yang sangat duniawi). Tapi… jika
saja dipandang dari sudut lain, film ini pun bisa diartikan produk pluralisme.
Atau bahkan lainnya. Terserah Anda.
Ini spesial bagi saya. Seperti
menyaksikan pariwara panoramik, seperti menonton program Discovery Channel.
Tapi bukan. Ada riak-riak kekaguman sewaktu menontonnya, walau tak sampai
membuat saya terhanyut dan merinding. Untuk saya, ini salah satu karya
audio-visual besar bertemakan menangkap keindahan ilahiah. Membuat saya sadar
lagi bahwa gunung-gunung pun bernafas. Tak hanya manusia. Sangat sesuai dengan
judulnya… *silakan dicari sendiri tentang definisi ‘baraka’. [A-] 13/05/13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar