Minggu, 13 Januari 2013

Resensi Film: Zero Dark Thirty (2012)

Beruntung sekali saya bisa dapatkan kopi film ini sebelum Oscar menjatuhkan pilihannya pada Februari mendatang. Zero bersaing dengan peraih nomine terbanyak Lincoln diteruskan Life of Pi dan beberapa judul lainnya seperti Argo, Amour, Beasts of the Southern Wild, Django Unchained, Les Miserables, dan Silver Linings Playbook dalam kategori film terbaik. Sudah 3 dari 9 judul tersebut sudah saya tonton.

Pemberitaan tentang kontroversi Zero sudah cukup santer didengar. Yakni tentang protes dari senator yang menyatakan bahwa apa yang disampaikan dalam film ini ada yang tak akurat, semisal dalam hal teknik interogasi yang digunakan agen CIA. Zero bercerita tentang rekonstruksi investigasi keberadaan Osama bin Laden (ObL) selama hampir sepuluh tahun oleh USA (khususnya: CIA) hingga masa penyergapannya. Bagi yang penasaran terhadap arti judul filmnya, film ini akan menjawab secara tersirat dan tersurat (dalam sebuah detail pengambilan gambar yang difokuskan secara singkat).

Kathryn Bigelow, yang sebelumnya menyutradarai The Hurt Locker, saya bilang sangat berani memfilmkan Zero. Meski topik film ini bukan suatu hal yang sangat sensitif, tapi ia bak punya keteguhan yang sama dengan yang dimiliki karakter utama dalam filmnya. Di Zero, karakter utamanya bernama Maya. Ia seorang agen CIA muda yang belum pernah menangani kasus besar sebelumnya. Dengan gigih dan kuat hadapi pelbagai ancaman yang bisa saja menghabisi masa hidupnya, Maya bersikeras menyelesaikan investigasi atas lokasi persembunyian ObL. Sekali lagi, Bigelow membuat film berlatar perang. Zero bukan film perang pun bukan film politik. Ia saya akui sebagai film rekonstruksi atas upaya investigasi dan penyergapan. Bagi saya, itu sudah menjadi sebuah produk-populer sejarah. Apalagi di awal film, Bigelow menuliskan: “film ini bersumber dari tangan pertama”.

Kembali lagi ke perlombaan tahunan Oscar, saya pikir sangat mengejutkan dan tak setuju dengan tak disertakannya Bigelow dalam nomine strada terbaik. Sama sekali tak mudah membuat film-riset sehebat ini. Hasil akhirnya ialah produk yang bisa dinikmati banyak kalangan. Ia tak terlalu bersifat dokumenter suplemen buku teks, tak pula bersifat tiga babak. Bahkan, secara serampangan saya kira Bigelow membuka genre baru dalam perfilman Hollywood.

Capek dan sia-sia tentu saja jika kita mengeluhkan pilihan para anggota Akademi Oscar. Terlepas dari durasi yang kepanjangan untuk ukuran film nonhiburan, saya sangat mengapresiasi Zero Dark Thirty. Kalaupun besok diganjar Oscar sebagai film terbaik, maka ia pantas. [A] 13/01/13        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar