Kamis, 17 Januari 2013

Resensi Film: The Impossible (2012)

Pilu selalu menempel di atas permukaan cawan bernama musibah. Liburan yang sejatinya jadi hiburan pelepas rutinitas tak disangka membawa petaka. Itulah pengalaman suatu keluarga yang diangkat menjadi plot berdasarkan kisah nyata dalam film ini. Mereka sedang rayakan malam natal di salah satu resor wisata di Thailand pada 2004. Tentu masih kita ingat peristiwa tragis mematikan apa yang terjadi di pengujung tahun itu. Tragedi tsunami di Samudra Hindia.

Mereka datang berlima. Si ayah (Ewan McGregor) seorang eksekutif muda, si ibu (Naomi Watts) seorang dokter muda yang sementara henti bertugas atas nama karier si suami, dan tiga putera sehat. Mereka cerminkan sebuah keluarga bahagia dengan sedikit percikan tak berarti. Ketika tsunami menyapu porak-porandakan kawasan tempat mereka bervakansi, sekejap saja pegangan hangat tangan di antara mereka terlepas, terpisah, terhempaskan oleh gulungan bah raksasa dari lautan biru. Area pesisir indah itu kini berisi lautan air bah deras perusak segala. Di mana si ayah, si ibu, dan ketiga puteranya?

Apa yang selalu diharapkan dari sebuah film berlatar musibah adalah penguras air mata atau film takziah. Tapi, saya tegaskan di sini Impossible bukan kacangan. Ketika kita menyaksikan adegan Naomi Watts muncul di atas permukaan bah sambil berpegangan di satu pohon kelapa dan berteriak… Hati saya lumpuh. Itulah potret sempurna ketika emosi jiwa tak tertahankan lagi, mendorong secara otomatis teriakan membahana. Adegan saat tsunami menerjang adalah bagian krusial film ini. Setelahnya, kita akan dipertontonkan drama-drama kemanusiaan yang sebenarnya klise tapi dijamin bakal sejenak terlupakan segala kekliseannya. Meminjam istilah dari Roger Ebert, “lautan emosi” dari film ini membuat saya sempat termenung. Tak banyak film akhir-akhir ini yang kuat membuat hati tergerak, meski sedepa. [B/A] 17/01/13

1 komentar:

  1. Saat saya iseng-iseng melihat temen-temen SMP di grup Facebook, saya teringat akan seorang teman dekat yang dulu duduk di belakang bangku meja saya, saya coba telusuri di google namanya, yang akhirnya tertuju pada sebuah blog ini, dulu saya sekolah di SMP negeri 1 Yogyakarta, satu kelas dengannya di kelas 1 dan 3, saat kelulusan, saya menempuh SMU yang berbeda dengannya, saya di SMUN 4 dan dia di SMUN 10 di kota yogya, hingga sekarang, saya tidak tahu kabarnya, apakah blog ini benar milik teman saya yang bernama Bagus Aries Sugiharta? arek banyuwangi yang pernah sekolah SMP hingga kuliah di jogja? saya Himawan Mahardianto dan bisa dihubungi melalui email di mahardianto@gmail.com

    BalasHapus