Rabu, 30 Januari 2013

Almanak: Pertama Kanan

Dari dalam kabin, tak cukup nampak pemandangan hamparan titik-titik lampu di atas kanvas gelap daratan pada malam hari, padahal pilot telah umumkan pesawat akan segera mendarat di Bandara Siem Reap. Rasa penasaran mendorong saya celingukan awasi panel-panel kecil jendela kaca di sisi badan pesawat. Pandangan saya coba menembus mereka. Sedikit demi sedikit mulai terlihat sejagat lampu. Tak semeriah-riuh yang seperti kita lihat sewaktu terbang melintas di atas Jakarta, sekalipun di Jogja. Dengan pendaratan yang bisa dibilang tak begitu lembut, saya pun bersiap diri turuni kabin. Menyentuh tanah Kamboja, untuk pertama kalinya!

Oh… bandaranya kecil gini (gumam saya). FYI, gambar di atas saya comot dari situs wikipedia. Saya sepintas lupa kalau sedang mendarat di kota kecil, bukan sebuah ibukota negara. Namun, lama-kelamaan bandara ini menunjukkan aksen rapi, bersih, dan menawannya dalam kesan sederhana. Setelah mengisi formulir keimigrasian, kami antre di satu loket. Ibu petugas loket pilihan kami rada kurang sumeh. Jeglokan stempelnya keras: “jeglok, jeglok!”. Ia salurkan energi milik orang yang lagi marah bin kesal karena punya masalah di rumah. Hasilnya, lembaran paspor teman saya di-staples berhalaman-halaman oleh si ibu itu. Punya saya stempel paspornya pun meloncat indah. Ada beberapa halaman yang dilompati. Waktu SD, apa si Ibu ini lulus mapel prakarya ya? Hadeuh

Setiba di teras pintu keluar bandara, kami sibuk mencari-cari papan nama jemputan. Tak begitu banyak penjemput di situ, ibaratnya hanya ada satu lapis melingkar. Tak lama kemudian kami temukan nama teman kami terpampang sebagai pemesan kamar hostelnya. Senang rasanya tak perlu berlama-lama mencari-temukan satu sama lain. Secara santai dan ramah kami pun dibawa si penjemput ke parkiran bandara. Di situ terletak tuk-tuk berjajaran. Beda bentuk dengan tuk-tuk Thailand. Bentuknya lebih kecil, ramping, dengan model jok penumpang berhadapan membelakangi sopir bukan menyamping seperti di Thailand. Angin malam saat itu terasa cukup semilir dingin. Meski tak sampai menusuk tulang, tubuh saya merasa sedikit keberatan dengan semilir macam itu… Telinga berasa dibikin geli hingga syaraf merespons hingga ke perut.

Tuas kaki sepeda-motor-penarik tuk-tuk digenjot oleh si pengemudi buat nyalakan mesin. Tuk-tuk kami siap berangkat. Tuk-tuk kami ke luar area bandara perlahan dengan sedikit sensasi geronjalan. Di pos satpam, saya melihat ke arah halaman muka bandara. Nampak betul bandara ini terawat. Mungkin masih baru. Jauh lebih mengesankan ketimbang Adisutjipto, jika kita mau membandingkan antara keduanya sebagai kota wisata. Tangan saya gemas tak pencet-pencet shutter kamera-saku digital, karena sadar kualitas potretan yang pas-pasan di malam hari jika tanpa dibantu tripod. Di samping itu, juga fokus saya untuk nikmati perjalanan menuju hostel. 

Menjauhlah kami dari bandara beraura mungil tapi elok itu. Di luar kompleks bandara, suasananya gelap secara harfiah. Lampu-lampu penerangan jalan banyak yang mati. Saya tak begitu perhatikan hal ini sejak awal karena terusan sibuk melawan semilir angin kencang. Setelah jaket yang sedang saya kenakan dipakai menutupi telinga, saya mulai merasa nyaman. Naik tuk-tuk selalu membuat saya merasa diserbu hembusan puluhan kipas angin. 

Selama perjalanan, di kanan kiri jalan banyak berdiri hotel mewah nan megah. Rata-rata memakai kata "Angkor", "Apsara", kalau enggak ya "Siem Reap" atau "Bayon". Suasana jalanan menyerupai jalan pas dari Pelabuhan Ketapang menuju ke pusat kota Banyuwangi. Malam hari sepi-sunyi, tapi giliran mendekati area hotel keramaian pun tak terhindarkan. Eits… tiba-tiba saya sadar. Ternyata lajur kemudi di sini berada di sebelah kanan jalan. Ini di luar perkiraan saya karena tak sempat baca-baca sebelumnya. Wah… Kamboja. Selamat, Kamu telah menjadi negara-bersisi-kemudi-kanan pertama yang saya kunjungi! Tahu kami dari Indonesia dan berbahasa induk Melayu, si pengemudi pertama--karena kemudian berganti pengemudi--ketika pamit berucap "makasih" kepada kami. Bagi saya, itu bentuk kerendahan hati turisme mereka. Or-khun! [30/01/13]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar