Rabu, 18 Mei 2011

Resensi Film: Zombieland (2009)

Segar dan menyenangkan. Bak diguyur air pas kepanasan sambil mengibas-ibaskan rambut seperti iklan shampoo atau meneguk minuman dingin lalu bersuara “achh….” Ibarat iklan soft drink internasional. Itulah yang saya rasakan setelah menyaksikan Zombieland. Tak sangka judul yang sangat umum dan tak menarik ini memicu kenangan saya sewaktu menonton 28 Days Later dan Kung Fu Hustle. Kombinasi antara selengekan dan serius.

Pada suatu ketika, virus zombie telah menyebar. United State of America menjadi United State of Zombieland. Hanya ada beberapa yang bertahan dari paparan virus tersebut: Colombus, cowok pemalu antisosial yang mau menengok keadaan orang tuanya; Tallahassee, si pembantai zombie yang mencari kue Twinkie persediaan terakhir; dan pasangan kakak-beradik licik yang bertujuan ke taman bermain Pasific Playland. Mereka secara tak sengaja jadi satu regu petualang di tengah ranah penuh zombie.

Sudah lama saya tak nikmati parodi-tak-vulgar. Umumnya parodi benar-benar menyalin-tempel adegan film terkenal dengan modifikasi komedi. Zombieland lebih mirip Kung Fu Hustle yang membuat kita bingung parodi ini maunya melucu atau menyindir. Tegangnya 28 Days Later pun terasa di beberapa sudut adegan film. Yang paling penting adalah skenarionya yang memuat tips atau aturan-aturan bertahan hidup di tengah dominasi zombie. Ide pencantuman aturan itu di layar dan adegan pembukanya cukup keren. Kesan sadis secara keseluruhan malah menjadi flat bak tayangan Opera Van Java.

Inilah versi filmnya Dufan, Ancol. Saya seperti menunggangi wahana-wahana di dalamnya. Ada yang memicu adrenalin seperti di Halilintar, ada yang lamban dan mengantuk seperti di Dunia Boneka, dan ada yang geli seperti di Rumah Miring (maaf kalau ada kesalahan nama, karena sudah lama belum ke Dufan lagi). Adegan final yang memilih set di taman hiburan adalah pilihan tepat target. Zombieland rocks! [B] 18/05/11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar