Senin, 30 Mei 2011

Resensi Film: True Grit (2010)

Belum lama menonton film western dalam Open Range, kali ini saya disambut satu lagi judul film berlatar sezaman. Digarap oleh Coen Bersaudara (No Country for Old Men), mengesankan film berkualitas sekalipun belum menikmatinya. True memerikan balas dendam gadis berusia 14 tahun atas pembunuhan ayahnya. Ia bertekad bulat menuntaskan niatan lewat tangannya sendiri. Targetnya bak belut yang licin susah ditangkap. Si durjana dikenal telah melakukan banyak kriminalitas, bahkan lintas teritori administratif.

Si gadis membutuhkan detektif sewaan guna membunuh si durjana karena keterbatasannya mengakses dunia kriminal. Terpilihlah seorang marshall tua penyuka wiski berpengalaman luas namun merana dalam kehidupan rumah tangga yang diperankan secara natural oleh Jeff Bridges. Tak dinyana ada seorang lagi yang juga mengejar si durjana, yakni seorang Texas ranger (Matt Damon). Ia telah memburu lama tapi nihil hasil. Selanjutnya mereka bertiga (si gadis, marshall, dan ranger) memulai dan tempuh pasang surut petualangan mencari si durjana.

Gaya penceritaan True Grit mengingatkan saya pada Road to Perdition, mengenang masa lalu dengan pengantar monolog di awal kemudian disambung di belahan akhir. Bagi saya sangat riskan menerapkan metode ini karena bakal kurangi keseruan cerita. Penonton sudah tahu bahwa si pengisah akhirnya hidup/selamat. Tinggal PR-nya saja membuat isian di bagian tengah semenarik mungkin. Jelas Road to Perdition adalah sebuah contoh sukses besar. True Grit tak begitu sukses, menurut saya. Jenuh di pertengahan film, baru mulai “nendang” di rentetan akhir. Terlalu banyak kita dengar ocehan ceramah dari pak tua marshall. Tapi perlu diketahui pula bahwa film ini cukup relijius, tertanda dalam naskahnya bahkan sejak tampilnya kutipan di awal film.

Yang membuat saya takjub dengan film ini adalah hubungan kimiawi segitiga tokoh sentral film. Sangat mengalir dan tak maksa. Ragu, saling sindir, berselisih, dan terikat satu sama lain. Semua menggelinding sebegitu mulusnya. Juga akting secara keseluruhan cukup terbilang sederhana bak tanpa bubuhan make up. Sekalipun ketika adegan si gadis bertatap muka empat mata dengan si durjana terjadi. Menurut saya, Coen Bersaudara di True Grit agak meloyo. Meski demikian, tak berarti karya mereka yang satu ini anemia. [B] 28/05/11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar