Belum pernah saya tonton sebelumnya film hasil adaptasi
drama panggung berseting di satu tempat saja. Beberapa yang saya ingat
rata-rata berpindah set, semisal salah satunya Doubt. Film arahan strada gaek
Roman Polanski (The Pianist, The Ghost Writer) berbintang 4 artis watak (Jodie
Foster, John C. Reilly, Christoph Waltz, Kate Winslet) ini awalnya cukup
menarik. Saya sempat ketawa spontan di beberapa adegan, tapi lama-kelamaan…
Kisahnya berputar pada adu argumentasi antarpasangan
ortu. Penyebab berseterunya mereka adalah sebuah masalah “sederhana” antaranak
mereka di sekolah. Satu merasa dianiaya, lainnya merasa dihina. Set tunggal
diambil di sebuah ruang apartemen ketika salah satu pasangan ortu bertamu
adakan upaya rekonsiliasi. Bukan percakapan mulus yang terjadi, malahan
berkali-kali mereka masuk-keluar rumah (baca: tak jadi-jadi pulang) karena terus
eyel-eyelan. Lantas, apa poin utama yang ingin disampaikan dari film ini? Sejauh
yang saya tangkap, drama Carnage berusaha memaparkan konflik ide di dalam
kerangka kepura-puraan, kepalsuan hidup, dan cenderung ke kemunafikan.
Dalam film ini, satu pasangan ortu diperankan Jodie
Foster-John C. Reilly. Pasangan ortu lainnya yakni Kate Winslet-Christoph
Waltz. Semua saya kasih tepuk tangan. Lebih-lebih ketika Winslet sempat memuntahi
meja tamu berisikan tumpukan koleksi seni kesayangan Foster. Yang agak overakting
di sini malah Foster, namun dapat dimaklumi karena ia berperan menjadi pecinta
kedamaian yang terkungkung oleh lingkungannya, frustrasi berekspresi, maka membuatnya
histeris. Bravo untuk permainan Reilly dan Waltz, terutama bagi Waltz yang
konsisten tampil dingin. Hanya saja sempat aneh ketika personalitasnya mencolok
berubah drastis sewaktu ponsel miliknya dibuang sang isteri ke vas bunga
berisikan air. Memang, suguhan permainan akting dalam Carnage teramat melimpah.
Meskipun berdurasi nyaman, 80-an menit, menyaksikan film
akrobat cekcok antarortu dalam sebuah ajang katarsis norak ini tetap menyisakan
siksa bagi saya. Tak ada solusi hingga akhir, jika (katakanlah) sebuah mispremis
ditawarkan. Hanya ikrar, “ini hari terburuk sepanjang hidupku” yang diamini
keempat karakter utamalah yang jadi menu penutupnya. Tentu saya tak ikut-ikutan
sebombastis bilang demikian. Namun, saya takkan berargumen ketika ada penonton bilang,
“ini film terburuk yang pernah saya tonton”. [C+] 06/06/12
Tidak ada komentar:
Posting Komentar