Minggu, 08 April 2012

Resensi Film: The Motorcycle Diaries/Diaries de Motocicleta (2004)

Sebuah film tentang kesadaran lewat perspektif salah satu tokoh sejarah yang berpengaruh di abad ke-20, Ernesto “Che” Guevara. Sudah saya dengar banyak sekali pujian terhadap film ini. Saya belum cek filmografi stradanya, namun hanya lewat menonton film ini saya tahu si strada merupakan tipikal komandan berintegritas kuat terhadap bakal karyanya. Apalagi ia ditemani dengan kru yang bisa saya katakan juga mumpuni secara keseluruhan, jika dilihat dari pencapaian hasil akhir. Sebagai contoh, baru pertama dengar alunan musik petikan gitar akustik melankolis Latin-nya saja saya sudah menerka bahwa pengisinya bukan lain merupakan si Gustavo Santaolalla (Brokeback Mountain).

Sekarang, siapa yang tak kenal sosok Che. Kisahnya? Perjuangannya? Tragedinya? Kalaupun tak kenal, minimal ia pasti pernah melihat poster legendarisnya (saya lupa judul dan kreator posternya) yang mana Che berparas berewok mengenakan topi berlogo bintang di sisi muka. Lalu kenapa? Nah, film ini ambil sikap hanya fokus merekonstruksi perjalanan penting Guevara dan Granado, karibnya, susuri daratan Amerika Latin lebih dari 10.000 km hingga mencapai Venezuela demi mendapat pengalaman baru sebagai calon-calon tenaga medis atau dokter muda. Sebuah perjalanan yang awalnya tak dimaksudkan sebagai pencarian jati diri, lebih-lebih penemuan simpang alter ego.

Pelepasan keduanya sebelum berkelana di atas sepeda motor butut milik Granado oleh keluarga Guevara tercinta memperlihatkan kepada kita bagaimana harmonisnya hubungan keluarga besar Che. Ia beruntung dilahirkan dan hidup di tengah lingkungan berkecukupan dan penuh kasih-sayang. Hal ini seolah memberi sinyal bahwa saatnya bagi Che yang hidupnya bergelimang cinta untuk membagikan energi itu ke yang lain, yang masih pada termarjinalkan sebagai korban ketidakadilan. Perjalanan mereka tak semulus rencana. Ada kalanya si Guevara menjadi kian melankolis, sebagaimana yang terabadikan dalam catatan perjalanan atau surat-surat tulisannya untuk sang bunda. Ada kalanya mereka berdua kekurangan finansial dan tempat bermalam. Namun di atas semua itu, perjalanan itu membawa Guevara semakin mengalkulasi tingginya ketidakadilan dalam kehidupan masyarakat Amerika Latin saat itu.

Inilah film tentang kesadaran yang dibuat secara sadar dan menyadarkan. Saya tak mampu berkata-kata pada beberapa menit sebelum gambar film berakhir hingga detik terakhir durasi berlalu. Bukan bermaksud bombastis, tapi saya benar-benar ingin sendirian saja saat menit-menit terakhir film berlangsung. Waktu itu film menampangkan foto-foto (buatan) ekspresi kaum kecil/papa, sederetan narasi film tertulis, serta foto-foto asli perjalanan Guevara dan Granado. Film ini membuat mereka lebih dari sekadar inspirasi, mereka nyata dan mengembara secara tajam dalam memori perjuangan. [A] 07/04/12

Tidak ada komentar:

Posting Komentar