Minggu, 18 Maret 2012

Resensi Film: J. Edgar (2011)

Oke, oke, saya sudah baca konsensus para kritikus Hollywood yang umumnya pada sepakat kalau film ini sedang-sedang saja kayak lagu dangdut enerjiknya Mbak Feti Verra (mohon maaf kalau salah eja). Tapi yang namanya kadung kepincut dengan strada maestro (baca: aki-aki) Clint Eastwood saya tetep saja ingin menyimaknya seolah tak peduli dengan ulasan-ulasan yang ada. Sebagai informasi, dua film terakhir Eastwood, Hereafter dan J. Edgar, tak begitu memuaskan selera kritikus. Berbeda dengan film-film sebelumnya yang selalu dielu-elukan bahkan overrated.

Siapa J. Edgar? Jika Anda tak mengenalnya, saya pun demikian. Makanya silakan Anda menonton dulu baru akan tahu bahwa memang cukup penting jika sepak terjang karakter ini diadaptasi ke dalam sebuah layar lebar. Ia merupakan penggagas keberadaan FBI (biro investigasi federal di USA) yang terbentuk sekitar era depresi ekonomi awal abad ke-20. Sebagai direktur pertama, tak teritung jumlah manuver yang diterapkan Edgar guna menguatkan posisi tawar FBI di mata kejaksaan agung, presiden, dan terutama publik. Anggaran yang digelontorkan sangat tinggi, tak pelak kontribusinya pun ditunggu-tunggu sebagai sebuah biro baru.

Oleh karena judulnya merupakan nama tokoh, maka sudut pandang plotnya memang berdasar Edgar. Bukan menceritakan tentang FBI sebagai sebuah unit teknis elit. Dari sini beberapa hal langsung memunculkan gambaran split tabel positif-negatif. Saya mulai dengan kelemahan, film ini (pertama) terlalu panjang untuk sebuah drama politik. Konsekuensinya bikin capek konsentrasi. Kedua, penonton kesulitan mendapat keterikatan emosional empirik dengan karakter karena ia merupakan tokoh yang elit. Jauh dari publik. Ketiga, plot maju-mundur biasa saja dan kurang konsep.

Untuk nilai positifnya, pertama saya berikan untuk performa DiCaprio yang jempolan. Memerankan Edgar pada masa jaya dan masa senja dengan totalitas tak terbantahkan. Kerutan muka riasan tim make-up menjadi tak sia-sia. Kedua, konten historisnya terkemas apik karena lebih personal sehingga membantu pembaca/penontonnya memahami konteks yang ada. Bukan seperti buku-buku sejarah pelajaran di sekolah negeri kita (HINGGA SAAT INI MASIH MENJEMUKAN!).

J. Edgar seorang tokoh historis kontroversial (dalam sudut pandang Indonesia dengan melihat orientasi seksual sejenisnya dan tipikal sering berkata tegas nan pedas, yang mana di Indonesia jarang pimpinan macam itu) yang terabaikan oleh media. Clint Eastwood berani mengangkatnya pun sudah merupakan sebuah apresiasi penting. Berasa ala “Wikisinema” saya ketika menontonnya… Kalau di USA punya FBI maka di Indonesia punya apa ya? KPK (dalam bidang lain namun dengan level independensi hampir serupa)? Saya pikir kalau Eastwood terima skrip tentang tokoh KPK layak diapresiasi pasti bakalan difilmkan juga. Film J. Edgar bukan macam jenis film festival atau hiburan, melainkan kepuasan pribadi seorang maestro yang ingin berbagi ide dewasa. [B-] 17/02/12

Tidak ada komentar:

Posting Komentar