Rabu, 03 Oktober 2012

Resensi Film: Sherlock Holmes: A Game of Shadows (2011)

Satu lagi bukti ketidakcocokan saya dengan hasil konsensus para kritikus film terhadap sebuah karya. Sekuel dari Sherlock Holmes-nya Guy Ritchie ini termasuk salah satunya. Adaptasi novel dan figur fiktif kesohor pasti menghasilkan sensasi harap-harap cemas berbagai pihak. Satu sisi menginginkan karakter sesuai interprestasi konservatif, sedangkan pihak-pihak lainnya menawarkan argumentasi masing-masing. Namun di sini saya salut dengan keteguhan Guy Ritchie dalam mengambil alih eksekusi interpretasi karakter Sherly yang dibintangi Robert Downey Jr.

Plot sekuel Sherlock ternyata di luar dugaan saya. Di sekuel inilah, jalan cerita yang dipilih yakni tatkala cerita Sherly berakhir. Apa?! Kisah detektif-detektifannya masih digarap seperti versi pemulanya. Cepat, bergaya, jenaka, dan kelam. Dalam sekuel ini titik beratnya ada di paro akhir, yang mana paro awalnya kurang bersahabat terhadap penonton. Film bergulir cepat, tak peduli apakah penontonnya sudah paham atau sudah mengalami proses internalisasi plot dan karakter apa belum. Sedikit demi sedikit penonton akan memahami alurnya. Kasus yang ditangani cukup besar. Ada kesintingan profesor terkenal dalam menguasai sumber-sumber daya yang dapat memicu perang dunia. Gejala-gejala prematurnya adalah mengambinghitamkan sepak terjang kaum anarkis di Eropa. Ketika kebanyakan orang berhipotesis umum, maka Sherly punya argumen lain.

Tadi sempat saya jelaskan kalau sekuel ini merupakan akhir cerita Sherly. Itu karena pilihan plotnya menyangkut kisah tewasnya Sherly di Swiss. Saya tidak coba membuatnya tak seru dengan menuliskan seperti ini, karena sudah banyak orang tahu tentang hal ini, di Swiss saja sampai ada museum Sherlock Holmes. Dalam sekuel ini Guy Ritchie berani membubuhkan “?” pada tulisan THE END. Dari sini saya tangkap bahwa Ritchie agak ingin “nakal, anormatif, antimenye-menye, bahkan alergi melodrama”. Saya cukup terpuaskan dengan momen baku tembak di tengah belantara hutan ketika kawanan Sherly melarikan diri. Sinematografi dan penyuntingan gambarnya bak sebuah theatrical trailer sebuah film. Saya apresiasi itu, karena bagi saya Sherly milik Ritchie lebih merupakan film aksi komedi berkedok kisah detektif. Bagi para penggemar Sherly (buku) mungkin bisa jadi mereka mencak-mencak terhadap karya ini. Tak mengapa. Yang jelas, Guy Ritchie sudah menjadi sutradara dalam artian punya otoritas-sentuh terhadap hasil karyanya. [B] 03/10/12   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar