Senin, 08 Juli 2013

Resensi Film: The Act of Killing (2013)

Tema komunisme (di Indonesia) belum menunjukkan tanda-tanda pungkas dibahas. Lintas generasi, ragam fakta dibeberkan lewat bermacam-macam cara dan media. Ada strada WNA bernama Joshua Oppenheimer yang tanpa terusik coba menggelontorkan karya film dokumenter tentang algojo terhadap banyak oknum yang dianggap pengikut PKI (Partai Komunis Indonesia). Di belakang pembuatan film dokumenter, pasti ada tujuan yang terkonsep secara matang. Saya pikir, Joshua telah memikirkannya masak-masak.

Melalui kaca mata ilmu sejarah. Apa yang ditawarkan oleh film ini merupakan upaya merekonstruksi sejarah lewat sumber lisan. Sebuah metode yang tak  sepele dan jamak dipakai oleh sejarawan, mengingat masih ada cara pandang konservatif di dalam ilmu sejarah yang mempertahankan tingkat otentisitas data lewat media tertulis. Baik, saya cukupkan dulu mengait-ngaitkan film ini dengan ilmu sejarah. Lalu, yang ingin saya bahas berikutnya adalah seberapa “kiri”-nya film ini saya pandang.

Saya cukup banyak menonton karya film yang digadang-gadang sebagai produk kontroversial. Alih-alih saya amini, malah seringnya saya tenggelam duluan oleh sugesti bombastis. Dan, ini masih terjadi pada saya saat menonton film ini. Belakangan, saya mendengar banyak info dan obrolan dari teman saya kalau film ini menemui banyak cekalan dan rintangan pemutaran di beberapa wilayah NKRI. Saya malah belum sampai jauh ke sana memikirkan sebab dan latar belakangnya. Yang saya cari-cari lewat film ini adalah, apa kehebatan atau bahkan faktor keluarbiasaannya?

Saya akui, Joshua melahirkan sebuah karya penting. Yang mampu beberkan dan bahkan memutarbalikkan pegangan banyak pihak selama ini. Itu untuk cakupan sempit, katakanlah untuk warga NKRI. Namun, jika ditarik ke level global maka akan kita jumpai maksud lain dari Joshua. Saya hormati Joshua atas usahanya ini. Kendati begitu, tetap saja ada yang mengganjal saya setelah menonton film ini. Mengapa tak ada efek signifikan yang memengaruhi energi saya setelah menontonnya, ya? Pada akhirnya, bagi saya film ini tentang dinamika menggali-gali pembenaran. Wacana fundamental bagi yang berkeras hati membenar-benarkan diri. [B] 08/07/13

1 komentar:

  1. Anda katakan bahwa film ini adalah "Wacana fundamental bagi yang berkeras hati membenar-benarkan diri."

    Membenar-benarkan diri bahwa mereka...?

    Ini kok nggak jelas. Mau membenarkan bahwa apa?

    BalasHapus