Jumat, 09 September 2011

Resensi Film: Spirited Away (2002)

Awalnya saya sudah tahu betul film ini dielu-elukan sebagai karya hampir sempurna hanya dari membaca konsensus resensi kritikus film. Seringnya saya memilih mencibir dulu jika menghadapi film-film yang overrated seperti ini, seperti halnya pada Slumdog Millionaire. Tapi tak sah rasanya kalau belum coba menonton. Untung saja saya mendapatkan file-nya dari sebuah warnet. Simpan di flashdisk, tonton di rumah.

Spirited Away, sebuah kartun Jepang karya strada Hayao Miyazaki yang menurut teman bekebangsaan-Jepang saya memang rajin membuat film-film bermutu dan laku di pasaran. Coba saja Anda lihat prestasi film kartun 2 jam-an ini, hampir semua penghargaan nomine best animated feature dimenangkan olehnya. Ajang-ajang lintas benua lagi. Hebat, bukan? Alkisah ada seorang gadis kecil bernama Ichihiro yang baru saja pindah rumah. Ia berat hati dan murung selama perjalanan menuju kediaman baru di dalam mobil sedan bersama ayah-ibunya. Belum sampai tujuan, tiba-tiba keluarga ini menjumpai dan mampir di lokasi misterius nan menawan. Sebuah bangunan paduan kuil dan benteng dengan interior stasiun yang akan mengantar keluarga ini ke pengalaman magis. Sebuah dunia yang sunyi, indah, memikat, namun mencekam.

Singkat cerita, ayah-ibu Ichihiro (karena kekurangsopanan, ketidaksabaran, dan sedikit unsur ketamakan) berubah menjadi babi. Tinggal Ichihiro yang masih mewujud manusia. Ia panik dan ingin mengembalikan wujud ayah-ibunya ke semula di tengah dunia baru yang begitu janggal itu. Dibantu dengan sosok yang ia percayai, bernama Haku, Ichihiro mulailah berpetualang… Memilih dan menjalani tiap konsekuensi pilihannya.

Saya tak ingat kapan terakhir kali merasa hening dan aneh bercampur takjub, ketika menonton kartun, seperti ini. Spirited Away sarat falsafi dan pekat. Walau cukup panjang untuk ukuran film kartun, film ini melenakan. Bagi saya dongeng Disney pun terasa amatiran disandingkan dengannya. Mungkin banyak pula film kartun Eropa yang cerdas dan kritis, sebutlah amsal Persepolis. Nah, Spirited Away cukup keren. Ia tak menggurui dan tak sok jenius. Padahal di dalamnya bersumber selentingan pendidikan karakter (khusus hal yang satu ini, saya sangat merekomendasikan dunia pendidikan Indonesia bisa berkaca). A beautiful craft of philosophical fantasy. Klasik. [A] 09/09/11

1 komentar: