Senin, 12 September 2011

Resensi Film: Offside (2007)

Pelembagaan agama. Satu kata yang pasti terpintas ketika membahas tentang Iran. Offside saya tonton di Metro TV lewat programnya World Cinema yang lagi-lagi menayangkan terkait Iran (setelah Persepolis di minggu sebelumnya). Bukan suatu istilah asing lagi. Offside berarti pelanggaran karena berada di belakang baris pertahanan lawan ketika bola dilancarkan pada pemain ybs. Kali ini yang mencoba peruntungan offside adalah kaum hawa Iran yang hendak diam-diam menonton secara langsung pertandingan sepakbola kualifikasi piala dunia Iran melawan Bahrain di stadion utama.

Lewat film ini, saya baru tahu bagaimana Iran menjalankan politisasi agamanya sedemikian ketat. Kaum adam dan hawa tak boleh menonton pertandingan secara bercampur dan harus menonton acara yang sejenis kelamin. Mengapa hal ini bisa terjadi dan atas dasar apa implementasinya? Dalam film inilah dipertontonkan dialog lugas, kolokial, nan kritis lewat antarkarakter. Beberapa wanita ditawan petugas penjaga keamanan sebelum mereka berhasil menembus masuk stadion (ada yang sudah berhasil masuk namun diciduk belakangan). Set mayoritas berlangsung di area di mana wanita-wanita ini ditawan dan dijaga ketat supaya tak masuk stadion.

Satu lagi bentuk film khas Iran yang sepanjang plot hanya menampilkan kejadian beberapa jam, tak sampai berganti hari, namun tetap padat dan sarat makna. Film ini menunjukkan apa itu dilema, apa itu tugas, dan apa itu kebebasan bertanggung jawab. Semua yang tadinya bisa ditafsirkan bervariasi menjadi tak berkembang hanya dengan batas yang digariskan oleh suatu lembaga yang bernama aturan (baca: negara). Tentu saja, Offside kan berucap c’est la vie! [B+] 11/09/11

1 komentar:

  1. Iran Iran hey hey Iran Iran
    Yel yel yang akan terpatri lama di otak saya ^_^

    BalasHapus