Senin, 12 September 2011

Resensi Film: 7 Wanita 7 Dunia 7 Cinta (2010)

Libur lebaran menguntungkan bagi penikmat film domestik. Beragam stasiun televisi berlomba-lomba menayangkan film-film negeri sendiri. Tak peduli ngepas atau tidak dengan momennya, yang jelas bertujuan menjaring pemirsa lewat slogan pemasaran “tayang perdana”-nya.

Dari sekian banyak judul yang ditawarkan, hanya 1 yang memikat saya yakni 777. Jauh-jauh hari saya pernah membaca resensi film ini lewat tulisan Leila S. Chudori (Tempo), yang cukup membuat saya penasaran dan minat nonton. Berkisahkan tentang seorang dokter kandungan yang menghadapi pasien-pasien loyalnya dengan segambreng kompleksitas. Ada siswi SMP yang takut hamil di luar nikah, ada PSK yang mengambil tes laboratorium, ada pasangan ria yang ingin punya anak, dsb.

Ironisnya dokter perempuan ini belum menikah (dan tentu belum punya anak). Sambil disuguh fragmen kisah subplot yang kocak, teka-teki, dan serius, 777 ternyata berkerangka besar membicarakan pandangan emansipasi dan realitanya. Hal besar yang terakhir ini malah kemudian menjadi monster seram yang menenggelamkan kelucuan dan misteri plot. Jatuh-jatuhnya terkesan Hollywood-ish.

Saya sangat bahagia mengetahui masih ada film-film komersial domestik yang berkualitas, termasuk 777 ini. Betapa tidak? Film ini mampu soroti aktualita sosial lewat bungkus semikarikatural dan “kuliahan”. Secara keseluruhan, saya puas dengan jalinan subplot dalam 777 namun tidak dengan kerangka besarnya (yang membicarakan emansipasi secara vulgar). [B] 11/09/11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar