Minggu, 05 Februari 2012

Resensi Film: Margin Call (2011)

Saya bakal tak panjang lebar membahas film ini karena jujur saya tak begitu paham dengan dialog di dalamnya. Subtitle yang saya baca berbahasa Inggris, saya piker kalaupun saya dapat terjemahan bahasa Indonesia-nya tetap saja akan tak banyak mengubah. Saya suka memperhatikan film pertama-tama lewat judulnya. Ada dua kemungkinan dengan kata “Margin”. Pertama, nama seseorang dan kedua, “keuntungan”. Dan ternyata film ini tentang kemungkinan yang kedua.

Bertabur bintang kuat di film ini, sebut saja Jeremy Irons, Kevin Spacey, Paul Bettany, dan Demi Moore. Mereka melakukan tugas pemeranan secara cerdas. Salah satu kekuatan film ini ya terletak pada kualitas akting para karakternya. Hal lain yang penting adalah intensitas ketegangan yang terbangun lewat sinematografi dominasi malam hari dan plot berset waktu lebih kurang genap sehari penuh. Jangan dilupakan musik latar walaupun sederhana dan berulang-ulang tapi atmosferik seperti kita sedang menonton adegan eliminasi Indonesian Idol atau menanti jawaban benar/salah dalam Who Wants to be A Millionaire.

Oke, sekarang kisahnya. Kenapa saya tak begitu paham karena terlampau detail bahasa teknis ekonomi dalam film ini. Yang jelas menggambarkan bagaimana gentingnya gejolak ekonomi berbasis kapitalistik yang menjual/belikan aset dalam bentuk angka. Dalam sehari sebuah firma bisa memecat banyak pegawai tanpa menghiraukan lama masa kerja dan kontribusi, apalagi unsur humanis. Dalam waktu yang sehari pula semua bisa berubah, dari aman menjadi terancam. Nasib bisa berubah dalam hitungan jam, makanya mereka kadang bisa bekerja tanpa menghiraukan waktu istirahat. Uang melimpah, hidup tak tenang. Itulah yang ingin pula disampaikan Margin Call.

Panggilan laba menuntut manusia menjadi robot. Mencerabut manusia dari akarnya sehingga memandang manusia normal sebagai manusia abnormal. Satu film nondrama konvensional yang menegangkan! [B] 05/02/2012

Tidak ada komentar:

Posting Komentar