Senin, 10 Oktober 2011

Resensi Film: Kick-Ass (2010)

Lihat saja judulnya. Sudah ketahuan genre dan pangsa pasarnya. Yang menarik kan apa bakal ada kejutan di dalamnya. Siapa ingin jadi pahlawan super? Gagasan awal film ini berandai bagaimana jika merealisasikan eksistensi pahlawan-pahlawan super khas komik dalam kehidupan nyata. Seorang pemuda berkacamata, culun, dan kikuk yang “tak spesial” dan sering jadi sasaran bullying ingin mengubah keadaan itu. Ia mangkel dengan pemandangan orang yang hanya diam tak berbuat apa-apa ketika melihat ada tindak kekerasan dan kriminal. Oke, seketika jadi mengingatkan sejarah kanak-kanak Hitler yang bukannya membuat ia ketika besar menjadi macam Superman atau Spider Man malahan jadi monster sejarah perang dunia.

Kostum dipesan, dipakai, dan temui proyek pertama. Melawan duo penggangu langganan. Lalu… bretttt. Alih-alih jadi pahlawan kesiangan, yang ada ia malah jadi korban lagi dalam versi yang lebih parah. Tapi jangan salah, ia tak berhenti hanya di situ saja. Dalam petualangan berikutnya, ia menjalani kebetulan-kebetulan yang tak terbayangkan dan membuatnya terkenal seantero negeri sebagai pahlawan kesiangan nan kesohor dan inspiratif.

Momen kejutan tak saya dapatkan. Maaf sekali… Sejak awal komedi mengalir tak konstan, ditambah dengan subplot yang kesana-kemari meninggalkan jalur utama. Lama-lama Anda akan merasa bukannya menonton Kick-Ass tapi malah film pesta kostum karakter komik dan aksi sok brutal nan sadis imitasi Kill Bill-nya Quentin Tarantino. Musik latar yang dikonsep satir, dengan berkali-kali menyadur notasi judul-judul superhero, pun ikut-ikutan mengganggu. Saya menyebutnya komedi semiparodi supertanggung. Dibilang lucu ya kurang, dibilang orisinil ya tidak, dibilang hancur ya belum. [C] 08/10/11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar