Sayang
sekali saat menontonnya, saya termasuk yang telat. Banyak teman yang
sudah menyaksikan duluan. Di luar itu, ada kendala teknis dan
personal buat saya saat menikmatinya. Saya menonton film ini secara
bersambung, terbagi ke dalam dua kesempatan. Yang pertama cuma 30
menit durasi awal, sedang sisanya dirampungkan dalam kesempatan kedua
yang mana telah berselang beberapa minggu lamanya… Alamak! Jadi
sempat sedikit lupa saya bagian-bagian awal filmnya.
Mengisahkan
tentang sebuah keluarga yang sedang melalui cobaan hidup dalam fase
transisi reunifikasi Jerman (1990-an). Seorang wanita karier idealis
berideologi “kiri” ditinggal suaminya. Ia tinggal bersama satu
putera dan satu puteri. Si putera dengan gejolak kawula mudanya mulai
menaruh perhatian pada soal politik, yang mana berseberangan dengan
jalur politis sang bunda. Dalam suatu kejadian, sang bunda
menyaksikan dengan mata kepala sendiri bahwa si putera ikut turun
berdemonstrasi. Ia syok, mendapat serangan jantung hingga koma
berkepanjangan. Saat sang bunda mulai sadar, dokter berpesan supaya
sang bunda terjaga dari berita-berita mengejutkan.
Masalahnya,
dunia telah berubah saat sang bunda siuman. Tembok Jerman telah
jebol. Jerman jadi satu, kapitalisme merangsek. Si putera mengajak
kakak perempuannya mengondisikan kehidupan masih berjalan persis
seperti keadaan sebelum ibu mereka koma.
Sensasi
yang saya dapat di durasi awal membuat saya tak mengantisipasi
hembusan angin emosional di babak-babak akhir. Iringan ilustrasi
musiknya walaupun tak megah dan mudah terkenang ala Holiwut, namun
mampu sekali mewakili suasana. Ada hal-hal yang membuat saya merasa
bahwa film ini manis. Kemanisan yang tak diwarna-warnai. Tak diberi
penyedap rasa atau pengawet. Dan itu yang membuat saya merasa nyaman.
[B+] 22/06/13
Tidak ada komentar:
Posting Komentar