Saya tahu banyak pihak agak
mencela film ini. Saya pikir ya wajarlah karena seri pertamanya yang lahir
puluhan tahun sebelumnya telah dinobatkan sebagai salah satu film klasik
sepanjang masa. Tapi apa yang telah saya tonton bukanlah suatu karya agak
tercela. Saya perlu tegaskan itu sejak awal dalam ulasan ini.
Al Pacino sudah menua di sini,
ditandai rambut uban dominan. Tapi kekuatan dan kerisauan karakter yang
dimainkannya tetap terpandang jelas di mata penontonnya. Selain itu, di seri
terakhir ini pasti siapapun yang belum membaca bukunya akan penasaran dengan bagaimana
akhir dari kisah trilogi mafia asal Sicilia ini.
Michael Corleone (Al Pacino)
yang malang, ia hendak menuntaskan misinya. Tak hanya bagi keluarga, namun juga
bagi nama baik keturunan, bisnis, dan yang terpenting bagi dirinya sendiri.
Dedengkot mafia pun menghadapi persimpangan ketika menjelang usia senjanya.
Kehidupan material sudah bukan menjadi ukuran lagi, yang nampak lebih utama
adalah keihklasan menjemput kebahagiaan. Ini yang saya tangkap dari isu seri
pungkasan dari trilogi The Godfather.
Francis Ford Coppola telah
setia memproduksi trilogi Godfather secara runtut dan kuat secara intensitas
penokohan. Terima kasih untuk para pemerannya. Mungkin yang menjadi kendala
utama dalam seri terakhir ini adalah jaraknya yang terlampau lama dengan seri
kedua. Menjadikannya sebuah selebrasi perpisahan yang biasa saja, berbeda
halnya ketika kita mengikuti trilogi extravaganza J.R.R. Tolkien’s The Lord of
the Rings. Meskipun sudah tak meriah lagi, mari kita bersulang bersama:
Cent’anni! [B] 16/09/12
Tidak ada komentar:
Posting Komentar