Sabtu, 02 Juli 2011

Resensi Film: Source Code (2011)

Terbangun dalam raga orang lain dan berkali-kali mengulangi kejadian sama. Itulah yang dialami karakter utama film Source Code. Ia belakangan menyadari bahwa sedang menjadi kelinci percobaan proyek pertahanan rintisan pemerintah dalam mendulang informasi terorisme. Prinsip kerjanya cukup rumit dan susah untuk dijelaskan karena saya sendiri kurang paham dan tak begitu percaya dengan kemungkinan mekanik seperti itu, yakni memanfaatkan sisa gelombang elektromagnetik (dianalogikan dengan proses fenomena halo) otak milik jasad yang baru saja tewas guna menyusup dalam memori kejadian historis.

Namun jangan keburu salah sangka dulu bahwa saya lantas mencak-mencak. Dan anehnya lagi, makin kemari makin bisa menikmati ritme film. Perlu dicatat, jarang sekali penonton bisa enjoy apabila sejak awal sudah tak percaya dengan premis-premis pembangun cerita. Satu poin penting keseruan film ini adalah penonton diajak menebak-nebak siapakah pelaku teror bom. Berset di dalam gerbong kereta dan berulang kali terjadi ledakan dari kejadian yang sama. Dia ibarat rekaman yang diputar berulang kali dan si tokoh utama disusupkan untuk mencari pelaku teror bom dalam waktu 8 menit. Apabila gagal dan belum mendapat kejelasan, maka ia diterjunkan kembali ke 8 menit terakhir sebelum kereta meledak. Begitulah seterusnya sampai ketahuan siapa pengebomnya sehingga ancaman teror bom berikutnya bisa dihindari.

Meski enjoy, ada hal yang sangat mengganjal saya terhadap film ini. Saking visioner dan fiksinya ide dasar film ini, maka kecolongan juga silogismenya. Kebetulan saya menonton ramai-ramai dan di situ ada ambiguitas ihwal penyusupan jiwa dalam sebuah raga. Semua senada. Silakan tonton sendiri dan dapati sensasi meragunya. Ditambah lagi dengan pilihan ending yang kurang ulung. Ada adegan yang seharusnya lebih tepat dipilih sebagai pemungkas. Sayang sekali... Poin penting kedua yang tak kalah utamanya adalah penetrasi humanisme dalam plot fiksi ilmiah. Tanpa unsur yang satu ini, tontonan fiksi ilmiah macam apapun dengan cara ia diolah (sekalipun digarap Om Spielberg) tetap saja mubadzir karena menjadi tak utuh. Untungnya, Source Code cukup ringkas dan cergas mengantisipasinya. [B] 02/07/11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar