Apa jadinya jika kita sebagai seorang
penulis buku—muda, kualitas diakui, sedang dirundung galau kasmaran karena
ditinggal kekasih—tiba-tiba kemunculan secara nyata seorang gadis yang menjadi
karakter fiksi dalam buku yang sedang ditulis? Kita akan kaget setengah mati,
bukan? Bingung, apakah kita kurang waras lantas berhalusinasi atau bagaimana?
Itulah ide pemantik yang
ditawarkan Ruby. Digarap oleh kreator
Little Miss Sunshine, film ini tampil
lebih sederhana berlingkup kecil. Saya bilang, intensitas plot Ruby cukup kendur. Bagi sebagian
kalangan penonton, akan sangat dimungkinkan meninggalkan tontonan sebelum
tuntas. Pengalaman saya sendiri ketika menontonnya pun termasuk sudah cukup
saya telaten-telatenkan.
Apa yang membuat saya ingin
menghargai film ini adalah rasa ingin tahu bagaimana akhir dari skenario dikupas.
Sederhananya seperti ini, ada karakter fiksi yang mendadak eksis dalam
kehidupan nyata. Lalu apakah perannya, bagaimana dinamika hubungan antara penulis
dan karakter kreasinya, juga yang tak kalah penting… Akankah kisah ini menjadi
hal cukup surreal, ataukah konyol, atau malah logis.
Kalau saya tarik simpulan,
sebenarnya titik beratnya bukanlah permainan tebak-menebak cerita. Lebih kepada
mendiskusikan keseimbangan hubungan/interaksi sosial atas nama cinta. Namun
sayangnya, saya kurang berhasil digaet oleh Ruby.
Ia masih kalah agresif nan persuasifnya Eternal
Sunshine of the Spotless Mind juga (500)
Days of Summer.
Dari permulaan nan santai, Ruby berangsur masuk serius dan lebih
serius lagi. Rolerkoster drama agak komedi hitam ini mengingatkan saya pada
sensasi American Beauty. Meski tanpa
cetak tebal. [B-] 31/10/12